JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun terus dirundung masalah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memenuhi janjinya melakukan penahanan terhadap tersangka kasus korupsi dalam pekan ini.
Pada Senin (12/10) pukul 19.30 WIB tadi, KPK resmi menahan mantan Bupati Natuna periode 2001-2006, Provinsi Kepulauan Riau, Hamid Rizal. Dia dititipkan di LP Cipinang untuk 20 hari ke depan.
Hamid yang mengenakan kemeja biru dan celana kain hitam hanya diam sambil berusaha menghindari jepretan kamera wartawan. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat berjalan keluar Gedung KPK dan masuk ke mobil tahanan yang sudah menunggu di lobi gedung.
Hanya kuasa hukumnya, Tumpal H Hutabarat, yang bersedia memberikan komentar. Menurut Tumpal, alasan penahanan hanya penyidik yang tahu. Namun, diakuinya, pihaknya sempat terkejut.
Sebab, agenda pemeriksaan adalah penyidikan lanjutan. Sebelumnya, Hamid yang saat ini menjabat staf ahli gubernur sudah dua kali diperiksa oleh KPK.
Tumpal juga mempertanyakan mengapa kliennya tidak dikonfrontasi dulu dengan Daeng Rusnadi. Saat pemerintahan Hamid Rizal, Daeng adalah Ketua DPRD Natuna. Saat Hamid lengser, Daeng menggantikan menjadi bupati.
Bupati aktif Natuna itu juga sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus itu. "Enggak, makanya itu yang kita pertanyakan kenapa kok enggak dikonfrontir dengan Bupati Daeng," ujarnya.
Ditanya materi pemeriksaan, Tumpal mengatakan masih tentang pengeluaran keuangan daerah. Dijelaskan Tumpal, dalam keterangannya Hamid mengatakan, sejak menjabat sebagai bupati tidak pernah menyetujui pengeluaran APBD Natuna untuk pembiayaan tim.
"Karena SKO pengeluaran uang sebenarnya diberikan kepada wakil bupati saat itu. Saya lupa namanya, dia sudah almarhum," jelasnya.
Tentang surat keputusan pengeluaran uang untuk tim intensifikasi itu, lanjutnya, ditandatangani tahun 2008 atau semasa Hamid tidak menjabat lagi. "Dan itu yang dijadikan bukti untuk beliau, padahal itu dulu dengan wakil bupati," tambahnya.
Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan, penahanan Hamid untuk memudahkan pengembangan kasus. Dia akan ditahan selama 20 hari ke depan di LP Cipinang. Hamid menjadi tersangka kasus dugaan korupsi bagi hasil minyak dan gas. Diduga kerugian negara karena kasus ini mencapai Rp 72,25 miliar.
Dijelaskan, pada tahun 2004 Hamid membentuk tim ekstensifikasi dan intensifikasi dana bagi hasil minyak dan gas di Natuna. Diduga keluar dana Rp 72,25 miliar dari APBD untuk membiayai tim itu. Belakangan diketahui bahwa tim itu fiktif.
"Dia dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001," katanya. Mengenai nasib Daeng, menurut Johan, KPK belum selesai melakukan pemeriksaan. (Persdanetwork/nda)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.