Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelamatkan Masa Depan Kenjeran

Kompas.com - 21/07/2009, 17:11 WIB

Oleh Fathurrofiq

Hal yang dilematis bagi warga pesisir Kenjeran. Mata pencaharian dari hasil laut dan pantai telah menjadi hidup di pesisir. Kehidupan pesisir telah menciptakan budaya turun-temurun yang mustahil dicerabut begitu saja. Namun, fakta akumulasi pencemaran di pesisir Kenjeran yang membahayakan hidup generasi mereka kelak juga tidak bisa diabaikan.

Sebagaimana banyak laporan ilmiah yang dilansir, perairan di Pantai Kenjeran tidak ada bedanya dengan perairan di Teluk Buyat atau Pantai Jakarta, yakni telah terkontaminasi logam-logam berat dalam derajat mengkhawatirkan. Untuk itu, tulisan ini bermaksud mengingatkan ulang akan ancaman Kenjeran Disease.

Kandungan logam berat, yakni kuprum, merkuri, tembaga, timbal, dan cadmium, telah bertumpuk-tumpuk mengendap serta menggenangi air Pantai Kenjeran. Penelitian yang dilakukan Balai Teknik Kesejahteraan Lingkungan bekerja sama dengan BPD Jatim mengungkapkan rata-rata kandungan logam berat pada kerang dan berbagai jenis ikan di kawasan Pantai Kenjeran. Rata-rata kadar merkuri 11,35 ppb, kuprum 1.276,16 ppb, dan timbal 913.369 (Jurnal Hakiki, Volume II Nomor 3/Februari 2000).

Sementara penelitian Daud Anwar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga tahun 1996 menunjukkan, darah dari sampel warga Kenjeran/Sukolilo mengandung kuprum (Cu) 2511,07 ppb dan merkuri (Hg) 2,48 ppb. Kandungan kuprum di darah warga Kenjeran ini telah melampaui ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Organsisasi Pangan dan Pertanian (FAO), yaitu 800-1200 ppb (dalam laporan Ecoton).

Limbah buangan pabrik di sepanjang bantaran Kali Wonokromo, Kali Wonorejo, Kali Dadapan, dan Kali Keputih yang bermuara di Kenjeran menjadi penyebab utama pencemaran itu. Kadar pencemaran telah melampaui ambang batas itu dan mengakibatkan sejumlah biota laut, seperti kerang, kupang beras, dan berbagai jenis ikan tangkapan nelayan di Pantai Kenjeran, mengandung logam berat yang bebahaya untuk dikonsumsi manusia. Berbagai jenis burung, seperti Threskiornis melanchepolus, Leptoptilus javanicus, dan Mycteria cinerea, enggan datang ke Pantai Kenjeran (dalam penelitian Elly Yuliandari, Endah Triwijati, dan Edy Suhardono). Barangkali mereka memilih pantai yang lebih sehat. Apalagi hutan mangrove, merupakan tempat untuk bersarang atau sekadar bertengger burung dan meredam pencemaran laut, habis dibabat untuk tambak maupun perluasan lahan permukiman.

Belajar dari Minamata

Di tengah kondisi lingkungan yang tercemar hebat itu, anak-anak Kenjeran bermain dan mendapatkan asupan makanan. Apa yang akan terjadi pada perkembangan anak-anak Kenjeran kelak? Tragedi di Teluk Minamata, Jepang, telah memberi contoh. Di kawasan Teluk Minamata pada tahun 1906 berdiri pabrik Noguchi Sogi Establishes Co. Minamata pun menjelma menjadi salah satu kawasan industri terkemuka di Jepang. Pada 50 tahun kemudian, kucing-kucing mati dengan cara kejang-kejang. Rumah sakit terkemuka di kawasan Minamata melaporkan sejumlah pasien menderita penyakit dengan gejala serupa dengan kucing kejang.

Selama 55 tahun, sejumlah bayi lahir dengan menderita penyakit yang sama. Namun, pemerintah bergeming. Baru pada tahun 1970, sekitar 50 persen penduduknya yakin diri mereka memiliki risiko menjadi korban pencemaran. Jepang membutuhkan waktu satu abad untuk menyadari tragedi Minamata agar bisa membuat kebijakan sistemis dengan melakukan tindakan hukum pada perusahaan yang telah mencemari Teluk Minamata.

Dilemanya, warga Kenjeran justru menanggapi berbagai laporan dan hasil penelitian ikhwal pencemaran dengan sikap khawatir serta abai. Mereka khawatir, terlalu menuruti hasil penelitian akan mengurangi produktivitasnya dan penjualan hasil lautnya menurun. Mereka belum merasakan gejala-gejala terkena penyakit akibat kandungan logam berat. Bahkan, temuan peneliti dari Kelompok Studi Gender dan Kesehatan Ubaya (Elly Yuliandri, Endah Triwijati, dan Edy Suhardono) yang mengemukakan anak lambat belajar di Kenjeran tidak dianggap sebagai masalah (Jurnal Hakiki, Volume II Nomor 3/Februari 2000).

Proses pencemaran yang sudah bertahun-tahun terjadi, apalagi dengan akselerasi pembangunan fisik material di Surabaya, sudah pasti mengakibatkan akumulasi logam berat semakin bertumpuk-tumpuk di Kenjeran. Jika ini terus dibiarkan tanpa diurus secara serius, ledakan Kenjeran Disease hanya menunggu waktu. Kiranya untuk menyelamatkan masa depan Kenjeran tidak perlu tragedi Minamata terulang di Kenjeran. Jangan sampai pemerintah dan masyarakat baru sadar dan menyesal ketika Kenjeran Disease benar-benar memakan korban secara masif.

Fathurrofiq Pendidik di SMP Al Hikmah Surabaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com