Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokumen Rahasia Ungkap Keterlibatan Hendro Priyono

Kompas.com - 23/09/2008, 21:36 WIB

JAKARTA, SELASA - Ada dokumen rahasia yang selama ini tidak pernah terungkap. Dokumen tertulis yang disimpan rapat-rapat oleh Tim Pencari Fakta (TPF) maupun penyidik kasus pembunuhan aktivis HAM Munir ini, ternyata berisi beberapa pertemuan yang membahas penyusunan skenario rencana pembunuhan Munir.

Rapat itu digelar di kantor Badan Intelijen Negara (BIN), Kalibata, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rapat tersebut diikuti oleh sejumlah nama petinggi BIN, seperti Kepala BIN AM Hendro Priyono, Deputi V BIN Muchdi Pr, Deputi II dan Deputi IV. Disamping itu juga dihadiri oleh mantan Dirut Garuda Indra Setaiwan dan Rohainil Aini.

Adanya dokumen baru yang mengungkap keterlibatan Kepala BIN Hendro Priyono dalam konspirasi pembunuhan Munir ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan terdakwa mantan Deputi V BIN Muchdi Pr, Selasa (23/9).

Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi ini menghadirkan tiga orang saksi. Dua orang saksi adalah mantan sopir Muchdi Pr, yakni Imam Mustofa dan Suradi. Satu saksi lagi dari mantan Sekjen TPF kasus Munir bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Usman Hamid.

Dua saksi mantan sopir Muchdi Pr memberikan kesaksian yang meringankan terdakwa. Mereka keduanya kompak memberikan keterangan bahwa handphone milik Muchdi Pr bisa dipakai siapa saja, termasuk mereka berdua sebagai sopir. Kesaksian ini untuk mematahkan bukti keterlibatan Muchdi Pr dalam pembunuhan Munir. Salah satu bukti yang menyeret Muchdi jadi terdakwa adalah adanya bukti beberapa kali hubungan telepon antara Muchdi dengan terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto.

Sementara saksi Usman Hamid, banyak mengungkapkan bukti-bukti yang mengarah pada keterlibatan Muchdi Pr dalam kasus pembunuhan Muchdi Pr. Salah satunya adalah dokumen temuan TPF yang berisi pertemuan-pertemuan membahas skenario pembunuhan Munir.

Menurut Usman, dokumen tersebut TPF dapatkan dari intenal BIN. "Kami mendapatkan informasi tertulis berkenaan dengan rencana pembunuhan Munir. Dokumen itu tidak bisa diabaikan. Ada sejumlah nama pejabat BIN, termasuk Kepala BIN Hendro Priyono dan terdakwa yang tercatat mengikuti pertemuan rencana pembunuhan Munir," ungkap Usman.

Usman mengungkapkan, dokumen tertulis inilah yang dipakai TPF sebagai salah satu acuan dalam mengungkap fakta-fakta seputar pembunuhan Munir. Hanya saja Usman menolak mengungkapkan identitas orang yang memberikan dokumen yang sangat penting tersebut. Sebab orangnya tidak mau disebut namanya.

"Kalau dilihat substansinya surat tersebut sulit diabaikan TPF. Surat tersebut sangat membantu. Semula saya meminta diadministrasikan. Tapi yang bersangkutan keberatan disebutkan namanya secara resmi," katanya.

Menanggapi adanya dokumen baru yang terungkap dalam persidangan ini, kuasa hukum Muchdi Pr menyatakan dokumen tersebut tidak bisa dipakai sebagai alat bukti. Dokumen tersebut tidak punya nilai. Sebab dokumen itu tidak ada nomor, tanggal, dan tandatangannnya. "Jadi hanya seperti surat kaleng, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak bisa dipakai sebagai alat bukti apapun," ujar koordinator tim kuasa hukum Muchdi, M Lutfi Hakim, seusai sidang.

Menurut Luthfie, dokumen itu bisa dipakai sebagai alat bukti bila ada tanggal dan tandatangannya. Sementara dokumen yang diungkap Usman, tidak ada tanggal dan tandatangannya. (Persda Network/Sugiyarto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com