Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguliti Keuntungan dari Pengolahan Kulit Rajungan

Kompas.com - 12/09/2008, 12:47 WIB

JAKARTA, JUMAT - Makanan dan minuman yang mengandung pengawet kimia terbukti bisa mengakibatkan penyakit kanker. Alhasil, kini, produsen makanan dan minuman berlomba mencari bahan pengawet alami. Salah satu pengawet alami yang kini banyak dipakai adalah kitosan yang terbuat dari kulit udang atau kulit rajungan.

Rajungan sudah lama menjadi menu seafood favorit. Daging rajungan yang tersembunyi dibalik kerasnya kerapas atau cangkang binatang itu, sungguh lezat terasa di lidah. Rasanya gurih, empuk dan mak nyus.

Selain dagingnya, cangkang rajungan ternyata juga sedang menjadi primadona. Rupanya, kulit rajungan mengandung kitosan. Ini adalah sejenis zat yang bisa digunakan sebagai bahan pengawet makanan.

Selain itu, produsen kosmetik pun mulai memanfaatkan kulit rajungan itu. Sebab, cangkang rajungan juga mengandung zat yang berfungsi sebagai fungisida atau bahan anti jamur.

Walhasil, kini ekspor kulit rajungan menjanjikan peluang besar. Afif Firdaus, pengusaha kulit rajungari, menyatakan bahwa permintaan kulit rajungan makin meningkat. Harga jual limbah kulit rajungan juga lumayan tinggi.

Pemilik PT Alam Amanah itu menjual kulit rajungan Rp 1.500 per kilogram kepada beberapa eksportir kulit rajungan di Pulau Jawa, dan Rp 2.500 per kilogram kepada eksportir di Lampung. Selain memasok kepada para eksportir, Afif juga menyetor berton-ton kulit rajungan ke beberapa pabrik kosmetik di dalam negeri.

Afif biasanya membeli sekilo kulit rajungan Rp 700 sampai Rp 1.000 dari para pengumpul kulit rajungan. Dia mendapatkan pasokan limbah kulit rajungan dari peternak rajungan di Madura dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam sepekan, Afif bisa mengirim 5 top kulit rajungan ke pemesan. Sayang, bisnis kulit rajungan ini terbentur ketersediaan pasokan. "Pasokan sering seret," tandasnya.

Pengolahan limbah kulit rajungan sehingga layak jual tergolong sederhana. Afif cukup mencuci kulit rajungan itu sampai bersih dan lantas menjemurnya sampai kering betul. "Kulit atau cangkang rajungan yang bagus untuk ekspor adalah kulit rajungan yang besar-benar kering," katanya.

Zulkifli, pemilik CV Mikro Alam Lestari di Lampung menambahkan, panen rajungan memang jarang, hanya dua kali dalam setahun yakni pada Juni dan Desember. Kendati begitu, jika melihat tingginya permintaan, usaha kulit rajungan memang menggiurkan.

Setiap pekan, dia mampu menjual 5 ton kulit rajungan. Alhasil, pengusaha yang sudah merintis bisnis kulit rajungan sejak 1996 ini mampu mengumpulkan pendapatan kotor sekitar Rp 1,2 juta per pekan. "Permintaan sebenarnya lebih besar. Tapi, yang terkumpul cuma itu," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, eksportir yang membeli kulit rajungan darinya, kebanyakan mengekspornya ke Jepang. Biasanya untuk campuran pakan ternak yaitu konsentrat. (Fransisca Firlana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com