BANDUNG, JUMAT - Berubah-ubahnya regulasi izin penyiaran di Indonesia mempersulit dan membingungkan masyarakat, khususnya pengusaha siaran, baik radio dan televisi. Di tengah-tengah kondisi ketidakpastian hukum ini, para pengaju izin siaran diresahkan pula dengan kabar penertiban lembaga penyiaran tidak berizin.
Demikian terungkap di dalam Diskusi Publik bertajuk "Menuju Kepastian Sistem Regulasi Penyiaran Indonesia" yang diadakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Jumat (29/8) di Bandung. Acara ini dihadiri para anggota KPID, KPI Pusat, utusan dari Departemen Komunikasi dan Informatika RI, dan para pengusaha penyiaran di Jabar.
Keluhan mengenai ketidakpastian hukum proses izin siaran mengemuka di dalam diskusi ini. Kukun Kurnia, pemilik PT Radio GRG Global Pro duction misalnya, sudah 4 tahun lebih mengurus perizinan siaran hanyalah memperoleh Izin Prinsip Penyiaran (IPP) status percobaan. Namun, hingga kini belumlah mengantungi Izin Siaran Radio (ISR). Penyebab utamanya adalah berganti-gantinya regulasi penyiaran.
"Mana sih yang sebetulnya sah? Gonta ganti PP, ganti pula aturan. Kalau begini rakyat pula kan yang dirugikan? Jangan sampai kami mengajukan class action," tuturnya dengan nada tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, kewenangan perizinan penyiaran da n mekanismenya berubah-ubah. Yang terbaru, perizinan diambil alih pusat (Depkominfo) lewat keluarnya PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Tidak lagi di dinas perhubungan provinsi. Namun, pada praktiknya, masih kerap terjadi persoalan.
Ini dialami Endang Supardi, pemilik Radio Galaksi, Sukabumi. Sejak tahun 2000 terhitung ia berjuang mendapatkan ISR. "Saya sudah pernah mendapat frekuensi. Tetapi, pas ganti regulasi, diubah lagi frekuensinya. Justru ada di luar kanal semestinya," keluh Endang.
Rafiudin, pengurus izin siaran sebuah radio swasta di Garut, bahkan mengaku sempat mendapatkan perintah untuk menghentikan siaran dari Depkominfo. Meskipun, ia sudah mengantongi Rekomendasi Kelayakan dan menempuh Evaluasi Dengar Pendapat sebagai syarat perizinan resmi.
Ia pun mengeluhkan biaya investasi jutaan rupiah yang harus terbuang. "Padahal, keberadaan kami (radio swasta) ini kan jelas mendukung program pemerintah mengatasi persoalan SDM," tuturnya. Ia pun mendesak KPID Jabar segera melakukan Rapat Forum Bersama (RFB), yaitu rapat KPID-Depkominfo yang akan memutuskan diterima tidaknya IPP untuk kemudian diproses menjadi ISR. "Daerah lainnya kan sudah. Kenapa Jabar itu justru belum," gugatnya.
Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat membenarkan, RFB sangat ditunggu-tunggu. Saat ini, terdapat 124 izin siaran yang telah diloloskan KPID Jabar dan tinggal menunggu RFB ini. Sudah hampir 3 tahun RFB ini tertunda. Maka, dalam kesempatan ini ia ikut meminta Depkominfo memberi kepastian.
Terkait hal ini, Direktur Kelembagaan Komunikasi Pemerintah Daerah Depkominfo Bambang Subiantoro mengatakan, RFB ini akan dilakuka secepatnya. "Paling lambat akhir tahun. Ada 1.760 izin yang dilakukan pra FRB. Untuk Jabar, akan kami percepat," janjinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.