Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Generasi Larva: Memulai 100 Tahun Kedua

Kompas.com - 18/05/2008, 01:40 WIB

 

 

 

Noe Letto

Salah satu produk populer di ”dunia gaul” dari 100 tahun kebangkitan bangsa kita adalah idiom ”Indonesia banget!”. Bahasa tubuh dan mimik yang mengungkapkan istilah itu mengungkapkan konotasi negatif.

Mungkin sekali saya salah, tetapi sering kali saya merasakan bahwa ”Indonesia banget” adalah kata ganti untuk semacam perilaku negatif, yang sehari-hari atau bahkan untuk kasus-kasus dalam skala yang lebih besar. Misalnya, buang sampah sembarangan, melanggar peraturan lalu lintas, merokok di no smoking area, tidur saat rapat atau sidang, koruptor tak terhukum, umbar janji pemilihan, bahkan pada kasus tertentu: ngiler bisa dikomentari ”Indonesia banget lu!”.

”Output” cinta

Sampai umur 29 tahun sekarang, tidak saya peroleh ”peluang menjadi pahlawan”, misalnya, dengan berjuang melawan Jepang atau Belanda. Tidak mengalami secara langsung Sumpah Pemuda, Kebangkitan Nasional, juga Proklamasi Kemerdekaan.

Ketika Reformasi terjadi, saya kesepian kuliah di Edmonton Kanada Utara tanpa seorang teman Indonesia pun. Bisa nama para menteri saja kurang dari 10 persen yang saya tahu. Tapi, saya yakin tidak ada satu pun para pendiri Indonesia yang menginginkan kata ”Indonesia” dilibatkan dalam idiom negatif ”Indonesia banget!”. Mereka pasti sedih kalau hidup cukup lama dan tahu hal ini.

Tapi, tolong jangan bilang saya tidak sedih, meskipun saya belum pernah menjadi ”aktivis nasionalisme” secara ”formal”. Juga jangan berani bilang saya tidak cinta Indonesia—meskipun, terus terang, memang saya menemukan masalah serius dalam hal ”mencintai Indonesia”.

Kalau mencintai seorang perempuan, sedikit mudah mencerna apa yang sebenarnya saya alami: suka bentuk tubuhnya, sikapnya, prinsipnya, kecerdasannya, hatinya, atau gabungan semuanya. Setelah mempelajari dan memperoleh kejelasan latar belakang orang yang saya cintai itu, akan saya tindak lanjuti dengan langkah berikutnya: mendapatkan cintanya, me-maintain cintanya, dan memastikan bahwa output dari semuanya adalah keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, kalau perlu, keluarga madani.

Itu semua frame yang relatif sederhana. Akan tetapi, cintaku kepada Indonesia itu jenis yang mana? Kalau tahap itu belum jelas, mau menindaklanjuti dengan cara bagaimana? Output bagaimana yang saya harapkan?

Bagaimana agar Indonesia bisa dicintai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com