JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid melihat pelanggaran kemerdekaan beragama masih banyak terjadi. Ia juga menyayangkan bagaimana Pemerintah dan aparat juga menjadi aktor dalam praktik tersebut.
Survei Wahid Institute pada 2016 mengungkapkan bahwa Pemerintah dan aparat banyak menjadi pelaku pelanggar kemerdekaan bergama.
Setidaknya, tercatat ada 130 peristiwa pelanggaran yang aktornya merupakan bagian dari Pemerintahan dan aparat. Sedangkan 74 peristiwa pelanggaran dilakukan oleh organisasi masyarakat.
"Masih sangat terjadi. Kita melihat adanya tirani mayoritas atas minoritas," kata Yenny dalam diskusi "Satu Meja" di Kompas TV yang bertajuk Fitrah, Toleransi dan Kebhinekaan, Senin (3/7/2017) malam.
(Baca: Obama: Ayah Tiri Saya Seorang Muslim yang Penuh Toleransi)
Di daerah-daerah, lanjut dia, kelompok agama minoritas kerap menjadi korban dari kelonpok-kelompok berbaju agama mayoritas di daerah tersebut. Misalnya, di daerah-daerah di Pulau Jawa dimana penganut agama Islam menjadi mayoritas, maka non-Muslim kerap menjadi korban pelanggaran kemerdekaan beragama.
Contoh kecil lainnya adalah tidak diberikannya hak dari sekelompok orang yang dianggap menyimpang atau sesat.
"Misalnya tidak dikasih KTP, atau hak lain untuk mendirikan rumah ibadah," tuturnya.
Ia melihat, ada konsep yang salah terkait harmoni. Harmoni tersebut seringkali memberikan hak yang terlalu besar kepada masyarakat.
(Baca: Berdampingan 45 Tahun, Gereja dan Masjid Ini Saling Menjaga Toleransi)
"Daripada ada konflik di daerah itu mengatakan 'ya sudah deh minoritas ngalah saja'. Dikorbankan. Ini pemahaman yang keliru," tuturnya.
Menurut dia, perlu tumbuh suatu kesadaran di masyarakat bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum.
Kesadaran tersebut, tak terkecuali, juga harus ditunjukan oleh Pemerintah dan aparat yang turut menjadi aktor pelanggar kebebasan beragama.
Kesadaran itu lah yang dinilai belum tumbuh di dalam hati warga-warga negara yang masih menjadi pelaku pelanggaran kebebasan beragama.
"Saya rasa karena pelaku-pelaku tersebut tidak punya kesadaran, hak konstitusi dasar negara yang seharusnya dimiliki setiap warga negara apapun latar belakangnya," ucap Yenny.