Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus Pemilu: Biaya Saksi Rp 1,8 Triliun, Anggap Saja BLT 5 Tahun Sekali

Kompas.com - 05/05/2017, 10:42 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) Yandri Susanto membantah jika biaya yang ditanggung negara untuk saksi pemilu  mencapai Rp 10 triliun.

Ia menanggapi wacana yang berkembang dalam pembahasan RUU Pemilu agar saksi pemilu dibiayai oleh APBN.

"Misalnya Rp 200 ribu per orang, sudah kami hitung Rp 1,8 triliun. Anggap saja BLT (Bantuan Langsung Tunai) 5 tahun sekali," kata Yandri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Penolakan dari pemerintah terhadap usulan tersebut, menurut dia, karena pemerintah belum mendengarkan dari DPR secara komprehensif.

Yandri menjelaskan, dana tersebut nantinya tak akan dipegang oleh partai politik melainkan dialokasikan untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

(Baca: Kenapa Negara yang Diminta Membiayai Saksi Pemilu?)

Bawaslu akan mengatur semua hal terkait saksi pemilu, mulai dari pelatihan saksi, verifikasi saksi, memantau kerja saksi, hingga memberikan uang.

"Kalau diterima oleh rakyat langsung dia bisa beli pulsa, bisa beli beras, beli susu, kegiatan ekonomi juga bisa bergerak di desa dan itu bukan untuk partai. Partai tidak mnerima satu sen pun. Partai cuma menyiapkan surat mandat siapa yang diutus," kata dia.

Menurut Yandri, usulan ini akan meringankan para calon yang akan bertarung pada Pemilihan Presiden 2019.

Para calon presiden dan wakil presiden tak perlu mengeluarkan uang dari kantong pribadinya untuk membiayai saksi pemilu di seluruh Indonesia.

(Baca: Bayar Saksi Pemilu Rp 10 Triliun oleh Negara Dianggap Mubazir)

Yandri yakin, angkanya akan mencapai triliunan rupiah jika biaya saksi dikeluarkan oleh masing-masing pasangan capres-cawapres

"Saya yakin betul pemerintah akan terima kalau penjelasannya seperti yang saya sampaikan tadi," kata Politisi PAN itu.

Kompas TV Dalam RUU Pemilu, dari 18 isu krusial, hanya akan ada tiga isu yang akan divoting oleh panitia khusus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com