JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Tim Pemenangan Pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, Sarifuddin Sudding, menginginkan penundaan pembacaan tuntutan perkara dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
Hal itu dimaksudkan agar stabilitas politik tetap terjaga jelang hari pemungutan suara Pilkada DKI putaran kedua pada 19 April 2017.
Hal itu, kata Sudding, juga sempat dibicarakan dalam pertemuan internal tim Ahok-Djarot.
"Dalam beberapa kali pertemuan forum kesekjenan ini juga jadi pembicaraan kami. Kami minta sedapat mungkin ini bisa ditunda pembacaan tuntutan sebelum pelaksanaan pilkada (DKI)," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2017).
(baca: Jaksa Agung Sepakat Pembacaan Tuntutan Ahok Ditunda)
Sudding menambahkan, proses hukum bisa saja ditunda jika ada kepentingan lain yang sifatnya lebih besar dan membutuhkan pengamanan yang ketat dari aparat.
Pembacaan tuntutan sedikit banyak dinilai akan memengaruhi pencoblosan suara apapun hasilnya.
"Kita juga tidak tahu apakah (tuntutan yang) didasarkan pada fakta persidangan terbukti atau tidak tapi bisa membangun opini ketika jaksa sudah membacakan tuntutan," ucap Politisi Partai Hanura itu.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara tetap menggelar sidang perkara dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok pada 11 April 2017, sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pada sidang terakhir.
(baca: Sidang Tuntutan Ahok, Polri Telah Cium Pengerahan Massa)
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi mengatakan, sidang hanya bisa ditunda jika disetujui hakim dan dibacakan di muka persidangan.
"Sesuai dengan sistim peradilan kita, ya kan, dan di situlah sifat terbukanya pengadilan itu, apapun acara tindakan dan tindakan yang dianggap perlu dalam persidangan, semua diutarakan di persidangan," kata Sianturi ketika dihubungi, Jumat (7/4/2017).
(baca: Pembacaan Tuntutan untuk Ahok Akan Tetap Dilakukan 11 April 2017)
Sianturi mengatakan, sesuai mekanisme yang berlaku, penundaan hanya bisa dilakukan setelah pihak yang berperkara, yakni jaksa atau penasihat hukum terdakwa, memohonkan kepada hakim dalam persidangan.
Majelis hakim kemudian akan berunding dan memutuskan kapan sidang digelar dengan berbagai pertimbangannya.