Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Selain Kasus E-KTP, Ada Hambalang dan Century yang Jadi "Bom"

Kompas.com - 09/03/2017, 16:16 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyoroti kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Kasus korupsi e-KTP saat ini tengah menjadi perhatian publik karena melibatkan nama-nama besar.

Menurut Wiranto, pemerintah akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyebut akan banyak kasus lain selain kasus korupsi e-KTP yang akan muncul ke publik.

"Kasus e-KTP ini kan seperti bom meledak, semua orang tahu. Tapi kalau bicara fokus soal seperti ini masih ada Hambalang, masih ada Century, banyak nanti yang akan jadi bom. Kita tunggu kinerja KPK untuk menangani ini," ujar Wiranto saat berbicara dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

(Baca: Bantah Terlibat Korupsi E-KTP, Teguh Juwarno Ungkap Sejumlah Kejanggalan)

Wiranto menuturkan, saat ini Kemenko Polhukam tidak akan fokus pada kasus korupsi e-KTP, sebab kasus tersebut sudah masuk ke ranah pengadilan. Sebagai bagian dari pemerintah, dia akan menunggu kasus korupsi e-KTP dan kasus-kasus lainnya terungkap di persidangan.

"Kenapa Kemenko Polhukam tidak fokus ke sana karena itu masuk ranah pengadilan. Saya kan bagian dari pemerintah, ya tunggu saja. Wait and see. Tidak menjadi fokus dan pekerjaan saya secara langsung," ucapnya.

Sidang perdana kasus korupsi e-KTP pada Kamis (9/3/2017) mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.

(Baca: 51 Anggota Komisi II DPR 2009-2014 Dapat Kucuran Dana Proyek E-KTP)

Menurut KPK, kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan nama-nama termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan.

Mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat masing-masing Rp 20 miliar dari dugaan korupsi proyek e-KTP. Marzuki dan Anas bersama Chaeruman Harahap juga mendapat Rp  20 miliar.

Nama Setya Novanto juga disebut ikut mengarahkan dan memenangkan perusahaan dalam proyek pengadaan e-KTP.

Selain Setya, nama lain yang disebut jaksa KPK adalah Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggaraini, dan Ketua Panitia Pengadaan barang atau jasa di lingkungan Dirjen Dukcapil Kemdagri pada 2011 Drajat Wisnu Setyawan.

Kompas TV Kuasa hukum terdakwa kasus pengadaan E-KTP, yakni mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto. Soesilo Ariwibowo mengaku tidak ada persiapan khusus dari tim kuasa hukum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com