JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun Terorisme masih membahas soal definisi terorisme.
Anggota Pansus Terorisme, Bobby Adhityo Rizaldy menuturkan, di seluruh dunia, definisi terorisme tak ada yang sama.
"Di Indonesia ini pun kami tengah meramu, dari berbagai macam referensi akademi, best practice negara lain," ujar Bobby di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
"Kami masih bahas yang paling prinsip dulu," sambungnya.
(Baca: Pembahasan RUU Terorisme yang Terus Tertunda)
Menurut dia, definisi tersebut berimplikasi pada peran setiap lembaga-lembaga yang terlibat.
"Sangat besar (implikasinya). Karena dengan definisi ini menentukan dalam sistem pengkoordinasian antar lembaganya, bagaimana sistem penanganan, penindakan, deteksi dini sampai deradikalisasi," ujar Bobby.
Sementara itu, Anggota Pansus Terorisme lainnya, Arsul Sani, mengakui bahwa perumusan definisi terorisme bukan lah hal mudah.
Ia mencontohkan, stigma yang beredar di masyarakat bahwa jika pelakunya adalah orang Islam maka disebut terorisme.
(Baca: Pemerintah Upayakan Pasal Pelibatan TNI Disetujui dalam RUU Anti-terorisme)
Namun peristiwa-peristiwa tertentu, jika pelakunya bukan Islam maka tidak disebut terorisme.
"Karena itu aspirasi yang masuk ke pansus adalah harus jelas mana yang masuk pengertian terorisme," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.