Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PPP: Dari Mana Ahok Tahu SBY Telepon Ketua MUI? Sadapan?

Kompas.com - 31/01/2017, 21:54 WIB
Ihsanuddin

Penulis

Kompas TV Ahok Jalani Sidang Ke-8 Dugaan Penodaan Agama

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mempertanyakan sikap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebutkan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menelepon Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin.

Hal itu disampaikan Ahok dalam persidangan kasusnya pada hari ini, Selasa (31/1/2017).

Ahok mengaku mempunyai bukti yang kuat.

"Saya tidak tahu, tetapi kalaupun benar menelepon, pertanyaannya, dari mana Ahok atau penasihat hukumnya tahu? Apakah dari sadapan yang dilakukan suatu pihak terus dibocorkan kepada mereka?" kata Arsul kepada Kompas.com, Selasa malam.

Arsul menilai, pernyataan Ahok yang akan melaporkan Ma'ruf ke polisi merupakan sikap emosional.

Menurut Arsul, terlepas dari pasal pidana bahwa seseorang yang memberikan kesaksian palsu di depan persidangan dapat dilaporkan atau dituntut secara pidana, Ahok seharusnya tak mengancam melaporkan Ma'ruf.

"Apalagi ancaman itu ditujukan terhadap seorang ulama senior yang juga merupakan pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Tanah Air kita dengan jumlah anggota lebih dari 40 juta orang," ujar Arsul.

Ia mengatakan, seharusnya Ahok atau penasihat hukumnya bisa mengingatkan Ma'ruf dengan cara yang lebih baik atau santun.

"Dalam konteks situasi sosial saat ini, di mana segregasi kelompok-kelompok masyarakat sedang tajam, siapa pun punya kewajiban moral untuk tidak menambah tajam," ujar Arsul.

"Termasuk para penasihat hukum Ahok juga punya kewajiban moral maupun etika profesi untuk tidak menambah panasnya situasi sosial kita," kata dia.

Ahok menyatakan keberatan dengan keterangan Ketua MUI Ma'ruf Amin tentang pertemuan Ma'ruf dengan pasangan calon gubernur DKI nomor pemilihan satu, Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, pada 7 Oktober.

Ma'ruf Amin menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (30/1/2017).

Ahok menjadi terdakwa dalam persidangan itu.

Menurut Ahok, Ma'ruf menutupi latar belakangnya yang pernah menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ahok mengatakan, pengacaranya memiliki bukti tentang adanya telepon dari SBY kepada Ma'ruf agar Ma'ruf bertemu dengan Agus-Sylviana.

Namun, Ma'ruf membantah adanya telepon itu.

"Saya berterima kasih, saudara saksi ngotot di depan hakim bahwa saksi tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saksi untuk membuktikan bahwa kami memiliki data yang sangat lengkap," kata Ahok dalam persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com