Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III DPR: Akil dan Patrialis Lakukan Pengkhianatan Tertinggi Seorang Pejabat

Kompas.com - 28/01/2017, 14:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR, Saiful Bahri Ruray mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Terlebih citra "the guardian of constitution" atau pengawal konstitusi melekat pada institusi tersebut.

Politisi Partai Golkar itu juga prihatin sebab Patrialis serta mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar yang pernah tersangkut kasus serupa merupakan hasil rekrutmen dari DPR RI, khususnya Komisi III.

Baik Akil maupun Patrialis, keduanya merupakan "alumnus" Komisi III atau pernah bekerja di Komisi III.

"Apa yang dilakukan Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, saya mengatakan ini sebagai pengkhianatan tertinggi seorang pejabat tinggi kepada publik," ujar Saiful dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).

"Dia mengkhianati konstitusi, amanat rakyat dan kepercayaan publik. Karena membangun kepercayaan publik tidak mudah," sambungnya.

Ia pun berharap MK mampu membuka diri karena kasus Patrialis merupakan tamparan kedua bagi lembaga tersebut, terlepas dari benar atau salahnya Patrialis. Ini karena kasusnya masih diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ke depannya, ia pun mengusulkan supaya ada sistem rekrutmen yang terpadu. Pemerintah, Mahkamah Agung dan DPR harus memiliki mekanisme yang sama dalam menunjuk calon hakim konstitusi.

Dalam penunjukan Patrialis, misalnya. Ia ditunjuk langsung oleh Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara itu di rezim Presiden Joko Widodo, dibentuk tim seleksi yang kemudian menghasilkan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Mekanisme lainnya lagi berlaku di DPR dan MA.

"Rekrutmen itu harus terpadu. Selama ini kita main sendiri-sendiri. Presiden sendiri, MA sendiri, DPR sendiri. Seandainya itu terpadu," ucap Saiful.

Secara pribadi, dia berharap presiden sebagai kepala negara mampu mengambil inisiatif dan mengambil langkah cepat untuk berkoordinasi dengan MA dan DPR untuk melakukan perubahan struktural dan kultural terhadap MK.

"Kalau didiamkan sama dengan kejahatan terhadap konstitusi," kata dia.

Sebelumnya, patrialis diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar. Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan seorang pelaku korupsi.

Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil. "Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," ujar Patrialis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com