JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai usulan ambang batas pencapresan atau presidential threshold pada Pemilu 2019 merupakan suatu hal yang tidak masuk akal.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, konsekuensi logis dari adanya pemilu serentak ialah hilangnya ambang batas pencapresan.
Sebab, pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif berlangsung bersamaan.
"Kalau dipakai hasil pileg (pemilu legislatif) 2014, kenapa enggak pakai 2009 sekalian," kata Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/1/2017).
"Kita harus pakai nalar dalam membuat peraturan ke depan. Ya memang tidak boleh ada sama sekali. 0 persen saja," ujarnya.
Ia menambahkan, penggunaan hasil pileg 2014 sebagai dasar ambang batas pencapresan dinilai tidak relevan. Sebab, konfigurasi politik di tahun 2019 sangat mungkin berbeda.
Karena itu, jika dipaksakan, pemilu presiden 2019 bisa menjadi inkonstitusional.
"Itulah makna keserentakan itu. Jadi presidential threshold dengan sendirinya tidak ada, karena serentak dengan pileg. Kecuali ada dua tahap lagi. Kalau serentak enggak usah lagi ada presidential threshold," kata dia.