Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Memosisikan Ormas Anarkis dalam Demokrasi di Indonesia?

Kompas.com - 07/01/2017, 22:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertarungan Politik di Indonesia saat ini dinilai tidak lagi bisa dilepaskan dari keberadaan kelompok-kelompok aupun ormas berpaham radikal yang berbasis pada agama.

Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Budiman Sudjatmiko berpendapat bahwa konflik identitas cenderung meningkat seiring munculnya kelompok-kelompok radikal di dunia politik. Meski demikian dia menyebut politik keagamaan memang tidak bisa dipisahkan dari proses berdemokrasi.

Menurut Budiman ada dua jenis kelompok yang saat ini telah menunjukkan eksistensinya, yakni ekstremis dan fundamentalis.

Kelompok pertama adalah orang-orang yang memiliki pemahaman fundamentalis namun memiliki tindakan yang moderat. Artinya mereka tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyebarkan paham kelompoknya.

Budiman menyebut kelompok ini tidak berbahaya bagi proses demokrasi di Indonesia. Kelompok kedua adalah orang-orang yang memiliki paham fundamentalis dan memilih cara-cara ekstremis.

Mereka tidak segan melakukan kekerasan dalam memperjuangkan ideologinya. Kelompok ekstremis tersebut, kata Budiman, yang seharusnya diantisipasi atau dilarang karena berpotensi mengganggu proses berdemokrasi.

"Tindakan ekstremis itu melahirkan teror dan mengancam eksistensi kita (Indonesia)," ujar Budiman dalam sebuah acara debat terbuka di bilangan Wijaya II, Jakarta Selatan, Sabtu (7/1/2017).

Budiman menuturkan, dalam demokrasi, eksistensi sebuah kelompok tidak bisa meniadakan keberadaan atau paham kelompok lainnya. Oleh sebab, Pemerintah harus bisa merangkul kelompok-kelompok ekstremis dalam proses demokrasi agar mereka bisa mengubah pemahamannya.

"Kelompok-kelompok yang ada saat ini seharusnya membawa ide-ide mereka dalam politik keterwakilan. Selalu ada kemungkinan mereka bermetamorfosis. Saya ingin demokrasi itu terbuka untuk mereka, karema ketika di dalam, ada proses moderasi," ungkapnya.

"Saya tidak ingin kelompok ekstremis ini berubah menjadi fasis karena memilih berada di luar sistem demokrasi," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh politisi dari Partai Demokrat, Rachlan Nashidik. Menurutnya, pemerintah tidak bisa lagi menggunakan cara yang represif dalam mengantisipasi kelompok radikal.

Rachlan menuturkan, kelompok-kelompok radikal yang ada saat ini harus diakomodasi ke dalam sistem demokrasi. Dengan demikian, pemerintah akan lebih mudah mengontrol kelompok-kelompok tersebut. "Barangkali memang ada kelompok radikal itu, tapi harus ada cara yang berbeda dalam penanganannya. Tidak lagi dengan kekerasan. Pemerintah harus Mengakomodasi mereka ke dalam demokrasi agar mudah dikontrol," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

Nasional
Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Nasional
Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Nasional
Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com