Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pemerintah Punya 'Sense of Crisis' Enggak Sih?"

Kompas.com - 05/01/2017, 19:45 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah diminta membatalkan kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 mengenai kenaikan tarif pembuatan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB).

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, menilai, kebijakan tersebut tidak berpihak kepada masyarakat.

Menurut dia, proses pengambilan kebijakan tersebut tanpa melibatkan publik.

"PP ini cacat secara administrasi, tidak mengedepankan keterlibatan masyarakat, dan tidak ada naskah akademiknya," ujar Yenny di kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017).

Menurut Yenny, dinaikkannya tarif pembuatan STNK, SIM, dan BPKB dengan dalih kenaikan harga meterai dan kertas tidak beralasan.

Fitra mencatat, kenaikan harga kertas dan material untuk pembuatan surat-surat tersebut tidak signifikan.

Oleh karena itu, keputusan menaikkan tarif hingga tiga kali lipat dianggapnya tak tepat.

Ia mengatakan, kebijakan ini semakin memberatkan masyarakat karena bersamaan dengan kenaikan tarif dasar listrik dan harga bahan bakar minyak.

"Pemerintah punya sense of crisis enggak sih? Kok naiknya berbarengan?" kata Yenny.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, seharusnya kualitas pelayanan juga ditingkatkan jika ada kenaikan tarif.

"Masyarakat masih dirugikan dalam ketepatan waktu, biaya-biaya yang tidak diperlukan, dan data perekaman identitas yang tidak baik," kata Huda.

Ia menyebutkan, berdasarkan data Tranparency International Indonesia (TII) sepanjang 2015, terjadi 48 praktik suap.

Dengan kata lain, praktik suap di lembaga kepolisian masih relatif tinggi dibandingkan lembaga lainnya.

Kenaikan tarif tanpa diringi perbaikan sistem yang baik dinilainya akan semakin membuka peluang terjadinya korupsi.

"YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) menyebutkan bahwa pelayanan di trans dan otomotif, itu masuk dalam 10 besar keluhan masyarakat. Ini juga jadi tanda tanya, apakah kenaikan tarif ini sesuai," ujar Huda.

Dalam PP Nomor 50 Tahun 2010 atau peraturan yang lama, tarif untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga hanya sebesar Rp 50.00, tetapi kini naik menjadi Rp 100.000.

Untuk roda empat, tarif naik dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000. Kenaikan cukup besar terjadi pada penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan.

Untuk roda dua dan tiga yang sebelumnya dikenakan biaya Rp 80.000, dengan peraturan baru ini, tarifnya akan menjadi Rp 225.000.

Untuk roda empat, yang sebelumnya Rp 100.000, kini dikenakan biaya Rp 375.000 atau meningkat tiga kali lipat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com