JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengungkapan dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Hal itu disampaikan Gatot melalui Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Wuryanto, dalam konferensi pers, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (30/12/16).
"Terima kasih kepada KPK yang telah membantu upaya Pimpinan TNI mengurangi segala pelanggaran yang terjadi yang melibatkan prajurit TNI di mana pun berada. Kami harap ini kejadian terakhir pelanggaran prajurit TNI," kata Wuryanto.
Ia memastikan, tidak ada intervensi dari pihak mana pun dalam penuntasan kasus ini.
Sementara ini, satu anggota TNI ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo (BU).
Wuryanto mengajak seluruh pihak untuk memantau proses persidangan terhadap Bambang.
"Proses peradilan nanti akan dilaksanakan secara terbuka, tegas, tak ada intervensi dari siapa pun. Silakan memonitor dalam persidangan, tentunya setelah penyidikan selesai," kata dia.
Hal senada juga disampaikan Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, Dodik Wijanarko.
Ia mempersilakan media meliput proses sidang terhadap tersangka Bambang.
"Terhadap kasus di Bakamla, kami sangat mengacungkan jempol untuk rekan-rekan KPK. Dalam proses peradilan militer nanti silakan saja meliput berkaitan dengan peradilan Laksamana BU kalau nanti sudah diacarakan di pengadilan," ujar Dodik.
Penyelidikan Puspom TNI pada kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi, pada Rabu (14/12/2016) lalu.
Puspom TNI kemudian memeriksa sejumlah saksi dan melakukan penggeledahan di rumah Bambang.
Dari tempat itu, ditemukan uang senilai 80 ribu dollar Singapura dan 15 ribu dollar AS.
Sementara itu, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebagai pihak yang diduga menerima suap, Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT MTI yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus sebagai pihak pemberi suap.
Tujuan suap diberikan agar PT MTI menjadi pemenang tender proyek yang melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) tersebut.
Adapun nilai anggaran dalam seluruh proyek tersebut berjumlah Rp 400 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.