Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan-jangan Ada Karyawan BPS yang Terlibat Jaringan Terorisme..."

Kompas.com - 28/12/2016, 06:25 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Badan Pusat Statistik Suharyanto mengaku kaget saat kali pertama mendapat surat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Pasalnya, dalam kurun waktu sepekan terakhir marak pemberitaan terkait penangkapan beberapa terduga teroris di sejumlah daerah.

"Yang terlitas adalah jangan-jangan ada karyawan BPS yang terlibat jaringan terorisme. Karena terorisme mudah sekali dipicu dari media sosial dan brainwash-nya mudah sekali," kata Suharyanto di Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Rupanya, kata dia, surat tersebut berisi permohonan kerja sama BNPT agar BPS menyediakan indeks risiko terorisme.

(Baca: Teken Nota Kesepahaman, BNPT dan BPS Susun Indeks Risiko Terorisme)

Menurut Suharyanto, selama ini yang ramai diberitakan media massa hanyalah persoalan yang terjadi di hilir. Sementara, inti permasalahan terorisme kurang tersentuh dengan baik.

"Hulu permasalahan terorisme sangat kompleks, multidimensional. Bisa jadi teror muncul karena ekonomi yang timpang, sehingga pelaku merasa tidak mendapat haknya, tidak mendapat keadilan, ini yang jadi salah satu pemicu," ujar dia.

Berdasarkan data Global Terorism Index (GTI) 2016 yang dirilis Institute for Economic and Peace, kata Suharyanto, kasus ancaman teror meningkat di 76 negara.

Bahkan, 21 dari 34 negara peserta Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengalami serangan teror yang nyata.

"Keamanan di level global dan nasional merupakan suatu keharusan. Di agenda Global Sustainable Development Goals, keamanan menjadi tujuan utama yang tercantum di dalam Pasal 16," kata dia.

Suharyanto menambahkan, analisis di dalam GTI sangat kompleks. Mulai dari penyebab teror terjadi, ketimpangan ekonomi, tren pergerakan teror, faktor geopolitik, strategi serta pengaruh terhadap ekonomi.

"Di nasional belum punya skala. Analisis sekomprehensif GTI itu tentu harus kita pecahkan agar punya dokumen yang berisi data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyusun roadmap ke depan dalam penanggulangan terorisme," tuturnya.

Kompas TV Polri dan TNI Diminta Berkonsentrasi pada Gangguan Terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com