Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI Seharusnya Biarkan KPK Koordinasikan Langsung Penyidikan Korupsi di Bakamla

Kompas.com - 22/12/2016, 06:25 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, TNI seharusnya mengizinkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkoordinasikan langsung penyidikan kasus dugaan korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang diduga melibatkan oknum TNI.

Menurut dia, hal itu telah diatur dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Di pasal itu jelas sekali kata-katanya. KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di peradilan umum dan militer," kata Emerson saat ditemui dalam sebuah diskusi yang digelar ICW, di kereta Commuter Line Jakarta - Bogor, Rabu (21/12/2016).

Pasal 42 berbunyi, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Apalagi, lanjut Emerson, TNI telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan KPK untuk menciptakan iklim bebas korupsi di tubuh TNI.

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kasus korupsi yang melibatkan oknum TNI dikoordinasikan dan dikendalikan secara langsung oleh KPK.

Ia mengatakan, KPK dan TNI seharusnya membuat gebrakan di kasus korupsi Bakamla dengan menjadikan KPK sebagai koordinator dan pengendali penyidikan, sehingga tak sekadar menunggu hasil penyidikan internal TNI.

"Ini di Pasal 42 Undang-undang KPK bahasanya jelas. Semestinya KPK dan TNI bikin gebarakan di korupsi Bakamla ini. Bentuk tim penyidikan gabungan yang dikepalai KPK, nanti wakilnya dari TNI," papar Emerson.

"Kalau ada gebrakan seperti itu masyarakat jadi percaya dengan KPK dan TNI yang memang bekerja sama untuk menciptakan iklim bebas korupsi di militer, jangan seolah kalau sipil diproses kalau militer kok kesannya dilepas," lanjut Emerson.

Sebelumnya, KPK menetapkan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan tiga pengusaha sebagai tersangka. Ketiga pengusaha yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah, serta dua pegawai PT MTI, yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Suap tersebut terkait proyek pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla.

Diduga, kasus tersebut juga melibatkan pejabat Bakamla yang merupakan oknum TNI.

Kompas TV Tangkap Pejabat Bakamla, KPK Sita Uang Suap Rp 2 Miliar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com