JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat I Putu Sudiartana tidak hanya didakwa dalam kasus suap.
Anggota Komisi III DPR tersebut juga didakwa menerima gratifikasi Rp 2,7 miliar, yang diberikan secara bertahap oleh sejumlah pihak.
"Gratifikasi tersebut berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku anggota DPR," ujar Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Herry BS Ratna Putra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/11/2016).
Menurut Jaksa KPK, pada April 2016, Putu menerima pemberian uang sebesar Rp 2,1 miliar dari pihak swasta bernama Salim Alaydrus.
Pemberian secara tunai dilakukan melalui staf Putu bernama Novianti di Stasiun Kereta Api Pasar Turi Surabaya.
Kemudian, pada bulan yang sama, Putu menerima pemberian dari pihak swasta bernama Mustakim sebesar Rp 300 juta.
Pemberian dilakukan secara bertahap melalui rekening atas nama Muchlis (suami Novianti).
(Baca: Politisi Demokrat I Putu Sudiartana Didakwa Terima Suap Rp 500 Juta)
Selain itu, pada Mei 2016, Putu kembali menerima uang dari Ippin Mamoto sebesar Rp 300 juta.
Uang diterima melalui Novianti secara tunai di Restoran Sari Ratu Plaza Senayan, Jakarta.
"Bahwa sejak menerima uang Rp 2,7 miliar, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK, sampai batas waktu 30 hari sesuai yang ditetapkan undang-undang," kata Jaksa KPK.
Menurut Jaksa KPK, dari keseluruhan uang yang diterima Putu, sebesar Rp 375 juta telah ditukarkan dalam bentuk dollar Singapura, atau sebanyak 40.000 dollar Singapura, yang terdiri dari 40 lembar pecahan 1.000 dollar Singapura.
Uang tersebut ditemukan petugas KPK saat Putu ditangkap di rumahnya.
Atas perbuatan tersebut, Putu didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.