JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul memaparkan modus oknum polisi dalam menjalankan praktik pungutan liar.
Salah satu sasaran mereka yakni pada pembuatan surat izin mengemudi.
Martinus mengatakan, biasanya oknum polisi ini mengoordinasi para calo untuk mendekati masyarakat yang hendak membuat SIM.
"Kemudian, petugas yang melakukan ujian praktik itu mempersulit. Berulang-ulang tak meloloskan uji praktik SIM," kata Martinus, Senin (17/10/2016).
Hal itulah yang memicu masyarakat mencari jalan pintas. Akhirnya, terjadi tawar-menawar di antara mereka dan dipungutlah sejumlah uang pelicin untuk membantu meloloskan pemohon SIM tersebut.
Hal serupa terjadi saat polisi lalu lintas menilang seseorang di jalanan. Polisi nakal kerap melakukan razia di luar jadwal operasi demi memeras pengguna jalan.
"Jadi mau tilang, tapi pura-pura tilang. Kemudian tidak ditilang karena dikasih uang. Soal semacam ini butuh pengawasan," kata Martinus.
Dalam kasus SIM, kata Martinus, semestinya ada pengawasan yang dilakukan pengawasan kepada masyarakat yang berkali-kali tak lulus tes praktik.
Dalam mekanisme yang benar, polisi memiliki catatan mengenai hasil tes orang tersebut. Kemudian, dikonsultasikan mengapa tak juga lulus tes.
Nantinya, orang tersebut akan dibimbing dalam upayanya mendapatkan SIM tanpa lewat jalan pintas.
"Ada Direktorat Lalu Lintas yang membantu melakukan pembimbingan terhadap si calon pemilik pemohon SIM. Jadi itu yang dilakukan," kata Martinus.
Dalam kurun 1 Oktober 2016 hingga 16 Oktober 2016, sebanyak 101 oknum polisi ditangkap terkait pungli.
Momentum tangkap tangan oknum PNS Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu dijadikan momentum untuk bersih-bersih Polri.
Meski begitu, Martinus menyebut upaya pembersihan internal ini sudah sejak dulu dilakukan Polri.
"Setelah ada upaya OTT di Kemenhub sehingga ini kemudian menjadi bergulir, kenapa kok di luar dilakukan upaya penindakan kok di dalam tidak? Padahal, di dalam itu sudah sebenarnya," kata Martinus.
Martinus pun mengimbau masyarakat untuk tidak ragu-ragu melaporkan praktik pungli yang terjadi di depan mata.
Di sisi lain, jangan sampai masyarakat menjadikan pungli sebagai budaya karena ingin dilayani lebih cepat dan mendapatkan SIM secara instan.
"Kami berharap masyarakat mau menolak kalau ada bujukan rayuan untuk mempercepat satu proses perizinan. Mempercepat dengan membayar itu harus ditolak," kata dia.