Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace Tuding Rantai Pasok IOI Group Rusak Hutan di Kalimantan dan Papua

Kompas.com - 27/09/2016, 19:05 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace menuding rantai pasok perusahaan kelapa sawit asal Malaysia, IOI Group, melakukan pelanggaran kebijakan minyak kelapa sawit berkelanjutan dengan melakukan perusakan lingkungan.

Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, mengatakan, IOI mengambil keuntungan dari kerusakan hutan dalam praktik usahanya.

"Minyak sawit yang dipasok oleh kelompok IOI dari kebun mereka dan pemasok pihak ketiganya di Indonesia memiliki catatan buruk terhadap lingkungan," ujar Yuyun ketika konferensi pers di Hotel Ibis Arcadia, Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Berdasarkan analisis Greenpeace, kata Yuyun, perusakan lingkungan dilakukan oleh enam pemasok rantai IOI Group, yakni Austindo Nusantara Jaya Group, PT Eagle High Plantations Tbk. Lalu, Goodhope Asia Holdings Ltd, Indofood Agri Resources Ltd, Korindo, dan Tabung Haji Plantations Berhad.

Hasil ini didapatkan berdasarkan analisis data pasokan IOI Group dielaborasi dengan laporan publik dan laporan komplain Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Kami juga melakukan investigasi lapangan yang dilakukan sejak Oktober 2015 hingga Agustus 2016 dan verifikasi ke pihak IOI, perusahaan pemasok, serta perusahaan dagang minyak kelapa sawit, seperti Wilmar, Musim Mas, dan Golden Agri Resources," tambah Yuyun.

Menurut Yuyun, kelima perusahaan tersebut melakukan perusakan lingkungan karena indikasi pembukaan hutan primer di Papua dan Kalimantan dan pengembangan kebun di lahan gambut.

"Serta menyebabkan kebakaran hutan luas yang tak terkendali karena penggunaan api secara sengaja dalam pembukaan areal konsesi," kata Yuyun.

Menurut Yuyun, komitmen IOI Group untuk melindungi lahan gambut dan hutan dalam "Kebijakan Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan" tidak mencerminkan apa yang sesungguhnya terjadi di kebun-kebun kelapa sawit pemasoknya.

"IOI gagal melakukan tindakan atas hasil pemeriksaan yang paling dasar terhadap para pemasoknya, sementara tetap menjanjikan bahwa minyak sawitnya bersih," tutur Yuyun.

Atas dasar itu, kata Yuyun, IOI harus segera mengkaji ulang komitmen keberlanjutannya. Ini dilakukan dengan melakukan penghentian perusakan hutan dan gambut di seluruh operasinya dan pemasok pihak ketiga.

Selain itu, terlibat aktif dalam usaha restorasi hutan dan gambut pada lanskap yang telah dirusak.

"IOI harus mempublikasikan rencana terikat waktu dengan batas waktu untuk verifikasi pemasok pihak ketiga," tambah Yuyun.

Selain itu, IOI juga didesak untuk memastikan laporan yang transparan dengan didukung oleh audit independen.

"IOI juga perlu mempublikasikan peta konsesi, kajian High Carbon Stock dan High Conservation Value, daftar lengkap pemasok, serta pelaporan terhadap kepatuhan pemasok terhadap kebijakan IOI," tambah Yuyun.

Kompas.com berupaya untuk mengklarifikasi kepada IOI Group terkait pernyataan Yuyun. Senior Manager of Sustainability IOI Group Yeo Lee Nya meminta waktu 24 jam untuk menjawab pertanyaan Kompas.com.  

"Permintaan konfirmasi sudah saya kirimkan ke IOI Loders Croklaan. Harap beri kami 24 jam untuk memberi balasan kepada anda," ujar Yeo Lee Nya dalam pesan singkat kepada Kompas.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com