JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyayangkan terjadinya pembakaran di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, oleh Pasukan Kerajaan Gowa.
"Saya menyayangkan dibakarnya gedung DPRD Gowa. Seharusnya kalau ada masalah, dimusyawarahkan dengan baik, tidak perlu merusak gedung DPRD," kata Tjahjo melalui pesan singkat, Senin (26/9/2016).
Tjahjo mengaku telah meminta Direktur Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Soedarmo untuk berkoordinasi dan berkomunikasi dengan aparat setempat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Kemendagri juga telah menerima kunjungan Bupati Gowa, tokoh adat Gowa dan Sulsel, serta keluarga Kerajaan Gowa terkait Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5/2016 tentang Penataan Lembaga Adat Daerah (LAD).
"Kemendagri meminta Gubernur Sulsel untuk mempelajari Perda Kabupaten Gowa tersebut kemudian melaporkan kepada Kemendagri," ucap Tjahjo.
(Baca: Foto-foto Situasi Kantor DPRD Gowa Setelah Dibakar Massa)
Sebelumnya, Pasukan Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan, yang menggelar unjuk rasa mengamuk dan membakar kantor DPRD setempat. Pasukan kerajaan juga merusak sejumlah minibus, Senin (26/9/2016).
Awalnya, unjuk rasa yang digelar pada pukul 13.00 Wita oleh kerukunan Keluarga Kerajaan yang dikawal oleh ratusan pasukan Kerajaan Gowa ini berjalan lancar. Namun, pasukan kerajaan langsung mengamuk dan menyerang masuk ke kantor DPRD setelah sebuah lemparan batu yang bersumber dari dalam kantor DPRD ini.
Lantaran tak menemukan pelaku pelemparan, pasukan kerajaan kemudian mengamuk dan merusak sejumlah kendaraan roda dua yang diparkir di halaman kantor. Tak hanya itu, pasukan kerajaan juga membakar kantor DPRD.
(Baca: Tak Hanya Bakar DPRD Gowa, Massa Terlibat Bentrok dengan PNS Kantor Bupati)
Dua unit mobil pemadam kebakaran yang tiba di lokasi tak luput dari perusakan. Akibatnya, mobil pemadam ini terpaksa kembali. Ratusan aparat kepolisian dibantu TNI diturunkan untuk mengamankan situasi yang mencekam.
Empat unit pemadam kebakaran kemudian tiba di lokasi yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian.
Peristiwa ini merupakan buntut dari kisruh Kerajaan Gowa setelah pihak pemerintah daerah (pemda) setempat mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Lembaga Adat Daerah (LAD) yang mengatur bahwa bupati menggantikan kedudukan raja Gowa meski bupati tak memiliki garis keturunan raja Gowa.