Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra Nilai Dasar Pembentukan UU "Tax Amnesty" Inkonstitusional

Kompas.com - 31/08/2016, 23:25 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty memiliki dasar permasalahan yang layak untuk diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Manajer bidang Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi mengatakan, secara filosofi, dasar pembentukan UU Tax Amnesty tidak sesuai dengan konstitusi.

"Terkait judicial review, secara filosofi pembentukan UU Tax Amnesty itu cacat konstitusional. Pajak kan bersifat memaksa," ujar Apung saat memberikan keterangan pers di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta pusat, Rabu (31/8/2016).

Apung menjelaskan, dasar argumentasi RUU Pengampunan Pajak bertentangan dengan pasal 23 dan 23 A UUD 1945 tentang Pengelolaan APBN dan Pemungutan Pajak.

Dalam pasar tersebut dinyatakan penungutan pajak dalam proses APBN sudah memiliki sistem yang bersifat memaksa, bukan mengampuni.

Selain itu Apung juga menuturkan UU Pengampunan Pajak mendegradasi UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Potensi melanggar UU KUP sangat besar karena sampai saat ini dirinya belum pernah melihat naskah akademik UU Pengampunan Pajak.

"Proses pembuatan UU Tax Amnesty ini terkesan dipaksakam karena belum ada naskah akademiknya, sehingga potensi melanggar aturan sebelumnya akan sangat besar," kata Apung.

UU Tax Amnesty pun dinilai bertentangan dengan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

UU tersebut mensyaratkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Dalam kesempatan yang sama Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, sejak UU Tax Amnesty disahkan, muncul keresahan sosial di masyarakat, terutama di kalangan pengusaha kecil dan menengah.

Menurut dia, UU tersebut memiliki dampak destruktif yang besar ketimbang dampak pemasukan pajak yang ditargetkan oleh Pemerintah.

Dia pun meminta Presiden Joko Widodo menunda penerapan UU Tax Amnesty sampai proses sosialisasi masyarakat selesai dilakukan.

"UU ini sebaiknya ditunda dulu, sambil menunggu laporan dari masyarakat. Jika sudah disosialisasikan, baru bisa diterapkan, karena efektivitas penerimaan pemasukan pajak tidak sebanding dengan kegaduhan yang ditimbulkan," ujar Busyro.

(Baca: PP Muhammadiyah Minta Jokowi Tunda Penerapan UU Tax Amnesty)

Kompas TV Pencapaian "Tax Amnesty" Masih Sangat Rendah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com