Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YPKP: Supaya Tak Gaduh, Presiden Jokowi Cari "Timing" Pas untuk Tuntaskan Kasus 1965

Kompas.com - 31/08/2016, 18:18 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966 Bedjo Untung mengungkapkan, memang tidak mudah bagi pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM 1965.

Bedjo menyebutkan, hal ini disebabkan banyaknya dampak politis yang perlu diperhitungkan pemerintah, khususnya Presiden RI Joko Widodo menyelesaikan masalah ini.

"Memang tidak mudah menyelesaikan masalah ini. Pak Jokowi sedang mencari timing yang tepat karena dia juga berhitung dampak politisnya," ujar Bedjo usai mengadakan pertemuan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Rabu (31/8/2016).

Meski begitu, Bedjo menyatakan persoalan ini harus segera diselesaikan. Pasalnya, banyak dari korban tragedi 1965 yang sudah lanjut usia. Jika masalah ini belum diselesaikan, namun korban tragedi 1965 telah meninggal dunia, hal ini dikhawatirkan menjadi malapetaka kemanusiaan bagi Indonesia.

(Baca: YPKP 1965 Kecewa Pemerintah Tak Tindak Lanjuti Laporan soal Kuburan Massal)

"Para korban 65 ini sudah uzur, sudah lanjut. Saya khawatir kalau bapak-bapak sudah meninggal semua, sementara belum ada penyelesaian," ungkap Bedjo.

Atas dasar itu, Bedjo memberi satu kesempatan kepada pemerintah agar menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 1965 tanpa membuat kegaduhan politik. Hal ini, lanjut Bedjo, sesuai dengan rekomendasi yang diberikan Gubernur Lemhannas, Agus Widjojo untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Karena itu Pak Agus tadi berkata berilah satu kesempatan kepada Pak Jokowi supaya bisa menyelesaikan masalah 65 dengan tidak menimbulkan kegaduhan politik, karena menyelesaikan ini tidak mudah," ucap Bedjo.

(Baca: IPT Kasus 1965: Indonesia Bertanggung Jawab atas Beberapa Kejahatan Kemanusiaan)

YPKP 65 sebelumnya mengaku kecewa dengan sikap Presiden RI Joko Widodo ketika memberikan pidato peringatan Hari Kemerdekaan ke-71 Indonesia.

Bedjo mengungkapkan, kekecewaan mereka disebabkan pidato yang disampaikan pada 17 Agustus 2016 tersebut tidak menyinggung sama sekali mengenai penyelesaian korban pembunuhan massal 1965/1966.

"Kami para korban merasa kecewa mengapa Pak Jokowi tidak menyinggung sama sekali tentang penyelesaian 65," kata Bedjo.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com