JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan pemerintah negara sahabat untuk memanfaatkan kuota haji.
Ia mencontohkan Filipina dan Myanmar. Karena jumlah penduduk muslim di dua negara tersebut tak besar, kuota haji yang tersedia untuk keduanya kerap bersisa.
Berbeda dengan Indonesia sebagai pasar haji terbesar di dunia, masyarakat kerap harus mengantre lama untuk bisa pergi haji. Penantiannya bahkan bisa mencapai hingga puluhan tahun.
"Filipina dan Myanmar punya kuota yang bisa kita ambil. Diatur mekanisme dengan Arab Saudi sebagai negara tujuan dan negara antara. Sehingga menjadi perjalanan resmi," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2016).
"Sah saja dia (jemaah) mau dari negara mana, visa dari negara mana. Tuhan enggak urus, yang diurus datangnya ke Saudi melalui jalur yang syariah," ujarnya.
Fahri menambahkan, antrean panjang calon jamaah haji itulah yang mengakibatkan calo-calo kuota haji bertebaran di mana-mana.
"Agar tidak menjadi pasar gelap harus punya bargain kepada negara tetangga untuk menggunakan sisa kuota dengan baik," kata Fahri.
Pada Jumat (19/8/2016), sejumlah media melaporkan bahwa paspor palsu yang dipegang para WNI itu diperoleh dari sekelompok warga Filipina yang bekerja pada jasa layanan pemberangkatan ibadah haji di Filipina.
(Baca: Jemaah Haji Indonesia Ditangkap di Filipina)
Dengan membayar 6.000 hingga 10.000 dolar Amerika Serikat (AS), mereka dapat berangkat haji yang menggunakan kuota cadangan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada jemaah haji Filipina.
Ternyata, para anggota jemaah WNI itu diturunkan dari pesawat karena tidak bisa berbicara dalam bahasa Tagalog Filipina.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan saat ini telah diketahui bahwa dari 177 WNI tersebut, terdapat 100 perempuan dan 77 laki-laki.
(Baca juga: Pemerintah Upayakan Pemulangan 177 Jemaah Haji WNI yang Ditahan di Filipina)