JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai Pemilu 2019 belum menjadi perhatian khusus bagi Presiden Joko Widodo.
Hal itu tercermin dari belum adanya draf undang-undang pemilu serentak 2019 yang akan dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Presiden Jokowi pasti tidak mungkin lupa dengan perhelatan Pemilu 2019. Selain karena merupakan agenda rutin pergantian kekuasaan negara, Jokowi masih memiliki kesempatan untuk mendaftarkan diri menjadi presiden untuk masa jabatan kedua," kata Khorunnisa dalam keterangan tertulis, Jumat (5/8/2016).
Menurut Khoirunissa, sebagai rancangan undang-undang yang dinisiasi oleh pemerintah, maka Presiden mesti menyiapkan draf RUU dan kemudian menyerahkan ke DPR untuk dibahas.
"Padahal, waktu yang tersisa sudah sangat sempit. Setidaknya ada beberapa agenda politik yang pastinya akan menganggu pembahasan RUU Pemilu," ucap Khorunnisa.
Khoirunnisa menuturkan, jika merujuk waktu pelaksanaan pemilu 2014 yang dilaksanakan pada bulan April, maka waktu yang tersisa menjelang pemilu serentak 2019 adalah 2 tahun 8 bulan, itu jika pemilu dilaksanakan bulan April 2019.
"Ini jelas waktu yang sangat singkat. Sekali lagi, jika berkaca dari pemilu 2014, tahapan pemilu sudah dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Artinya, waktu efektif tersisa hanyalah 10 bulan tahapan pemilu dimulai," ujar Khorunnisa.