Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Wahid Foundation: Indonesia Masih Rawan Intoleransi dan Radikalisme

Kompas.com - 01/08/2016, 13:36 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Indonesia selaku negara multi etnis dan agama, masih menghadapi persoalan intoleransi. 

Kerawanan intoleransi di Indonesia menjadi temuan utama survei nasional bertajuk "Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial Keagamaan di Kalangan Muslim Indonesia" yang digelar Wahid Foundation bekerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) di Rancamaya, Bogor, Senin (1/8/2016).

Survei ini melibatkan 1.520 responden yang tersebar di 34 provinsi. Responden adalah umat Islam berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Survei yang digelar dari 30 Maret sampai 9 April 2006 itu menggunakan metode random sampling dengan margin error sebesar 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen.

Paparan hasil survei tersebut bertujuan memberikan masukan kepada Pemerintah dalam menangani persoalan intoleransi dan radikalisme.

(Baca: Jokowi: Pemerintah Akan Tindak Tegas Pelaku Main Hakim Sendiri di Tanjungbalai)

Acara pemaparan dihadiri Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Kepala Staf Presiden RI Teten Masduki, Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'as Sa'id Ali, dan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Hajriyanto Thohari.

Dalam sambutannya Yenny menyampaikan umat Islam di Indonesia merupakan wajah Islam moderat di dunia. Sebabnya umat Islam Indonesia dikenal mampu hidup berdampingan dengan umat beragama lainnya.

"Karena itu jika ada potensi penguatan intoleransi di Indonesia, itu menjadi peringatan besar bagi kita semua untuk berhati-hati," ujar Yenny dalam sambutannya.

Putri sulung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu memaparkan survei tersebut sengaja memilih populasi khusus umat Islam karena isu toleransi dan intoleransi memang tengah menjadi persoalan tersendiri di tubuh umat Islam, khususnya di Indonesia.

Yenny mengatakan toleransi dalam survei kali ini dimaknai dengan tidak menghalangi kelompok lain, baik sesama muslim maupun nonmuslim, yakni dalam pemenuhan hak sosial keagamaannya.

Hasil Survei

Hasilnya, survei tersebut menemukan sejumlah data yang cukup mengkhawatirkan. Dari total 1.520 responden sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci.

Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama nonmuslim, kelompok tionghoa, komunis, dan selainnya.

Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia.

(Baca: 7 Pelaku Penjarahan dalam Kerusuhan di Tanjungbalai Ditangkap)

Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka.

Dari sisi radikalisme sebanyak 72 persen umat Islam Indonesia menolak untuk berbuat radikal seperti melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain atau melakukan sweeping tempat yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.

Halaman:


Terkini Lainnya

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com