Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usut Kasus Pencucian Uang M Sanusi, KPK Periksa 6 Saksi

Kompas.com - 13/07/2016, 11:25 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap enam orang saksi, Rabu (13/7/2016), terkait kasus dugaan pencucian uang dengan tersangka anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

Keenam saksi itu adalah advokat, Adi Kurnia; Kepala Dinas Tata Air DKI, H Teguh Hendrawan; Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat, Roedito Setiawan; Sekretariat Dewan, M Yuliadi; pegawai swasta, Tasdikiah; dan sopir dari tersangka Sanusi, Gerry Prasetya.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, dua orang saksi dari Dinas Tata Air, yakni Teguh Hendrawan dan Roedito Setiawan, akan dikonfirmasi terkait berbagai pengadaan barang.

"Ya berbagai macam pengadaan di dinas tata air itu akan ditanyakan oleh penyidik. Jadi terkait pengadaan di sana," ujar Priharsa, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Sementara, Sekretaris Dewan M Yuliadi akan ditanya soal profil tersangka M Sanusi.

"Jadi, status dari M Sanusi juga akan ditanyai mengenai gaji atau penghasilan yang didapat M Sanusi dalam kapasitas sebagai anggota dewan," kata dia.

Sementara, terhadap saksi lainnya, materi pemeriksaan terkait kepemilikan aset-aset dari tersangka.

"Jadi, penyidik lebih ingin menelusuri lebih dalam kepemilikan aset, asal muasalnya, termasuk cara perolehan aset tersebut," kata dia.

Sebelumnya, KPK menetapkan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.

Sanusi diduga menempatkan, mentransfer, membelanjakan, menghibahkan atau menitipkan harta yang patut diduga berasal dari hasil korupsi.

Hal tersebut dilakukan untuk menyamarkan asal-usul kepemilikan hasil korupsi. Beberapa aset yang telah disita KPK berupa mobil dan uang milik Sanusi.

Diduga, beberapa aset berupa properti milik Sanusi juga terkait pencucian uang.

Sanusi disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Surat perintah penyidikan ditandatangani pimpinan KPK pada 30 Juni 2016.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Sanusi sebagai tersangka penerima suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah terkait reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Sanusi diduga menerima uang sebesar Rp 2 miliar secara bertahap dari salah satu pimpinan perusahaan pengembang yang ikut dalam proyek reklamasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com