Tak ada kabar sakit, tak ada tanda-tanda pula bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik memiliki gangguan kesehatan. Kabar ini bak petir di siang bolong, mengingat selama ini dia tak pernah mengeluh sakit kepada para koleganya.
Namun, jika Allah SWT sudah berkehendak, Dia bisa saja memanggil cepat salah satu orang terbaik dalam sejarah KPU saat ini.
Kamis (7/7/2016), ia telah berpulang ke haribaan Illahi Rabbi. Orang-orang yang pernah mengenal Husni Kamil Manik tak akan bisa melupakan kiprah lulusan Universitas Andalas ini.
Husni Kamil Manik adalah sosok pimpinan KPU yang memiliki pembawaan tenang, sabar, dan tak pernah terpancing amarah orang lain.
Pembawaan yang tenang ini telah melebur menjadi sebuah aura yang sulit untuk “ditembus” oleh sulutan emosi “provokator” di setiap persidangan atau forum lainnya.
Bersama KPU, berbagai penghargaan telah diraih pria kelahiran Medan, 18 Juli 1975, ini. Misal The Guardian of Democracy 2014 dari Soegeng Sarjadi School of Government, Transparansi dan Akuntabilitas Data Pemilu 2014 dari Lembaga Partnership for Governance Reform (Kemitraan), Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai penyelenggara pemilu dengan peserta terbanyak di dunia, dan Tokoh Publik Pilihan 2014 dari Serikat Perusahaan Pers (SPS).
Dalam konteks penyelenggaraan pemilu Indonesia yang dianggap rumit dan melibatkan jumlah pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) terbanyak di dunia, tak berlebihan jika Soegeng Sarjadi School of Governent menyebut Husni sebagai “the guardian” atau pengasuh atau pengawal demokrasi 2014.
Di bawah kepemimpinan Husni Kamil Manik, KPU menjadi lembaga yang juga ”rendah hati”, kalem, dan mau mendengar suara berbagai pihak.
Di berbagai rapat maupun persidangan terkait kasus pemilu, Husni dikenal memiliki kepiawaian untuk memadamkan amarah pihak lain dengan cara-cara yang luwes.
Menurut saya, justru cara seperti itulah yang mampu menaikkan kredibilitas KPU sebagai lembaga profesional yang disegani dan dipercaya. Husni dan KPU telah membawa Indonesia sukses melewati Pemilu 2014.
Husni yang juga mantan komisioner KPU Sumatera Barat ini telah terbukti mampu mengawal Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia dari segi jumlah pemilih yang datang ke TPS secara serentak dalam satu hari pemilihan.
Terbesar di dunia, nomor satu di dunia, bukan nomor dua atau nomor tiga dalam hal jumlah pemilih yang datang ke TPS.
Amerika Serikat pun kalah dalam hal jumlah pemilih yang datang ke TPS. Husni pernah membandingkan, jika di Indonesia jumlah pemilih yang datang ke TPS mencapai sekitar 133 juta pemilih, di Amerika Serikat sekitar 131 juta pemilih.
India pun kalah dalam hal keserentakan hari pemilihan karena di India membutuhkan waktu sepekan untuk pemilihan.
Di usianya yang baru 41 tahun, Husni bersama kepemimpinan kolegial komisioner KPU lainnya telah mewariskan banyak hal bagi pemilu di Indonesia.
Di antaranya ada Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) daring (online) dan juga sistem terbuka data kepemiluan yang bisa diakses publik.
Termasuk terobosan memublikasi sertifikat penghitungan suara (C1) dan penghitungan suara berjenjang yang dipublikasikan daring.
Menurut Husni, pada Pemilu 2014, KPU memberi kontribusi yang baru pertama kali dibangun bangsa ini, yaitu basis data pemilih yang dibangun secara daring dalam Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih). Basis data pemilih inilah sumbangan besar dalam sejarah pemilu Indonesia.
”Catatan dunia internasional, kualitas daftar pemilih kita dianggap unggul. Memang tak akurat 100 persen, tetapi kita mendata 98,5 persen pemilih,” kata Husni, seperti dimuat di harian Kompas.
KPU di bawah Husni juga telah menunjukkan dirinya mau mendengarkan suara publik. Demi mendengarkan suara publik pula, KPU bahkan sampai memutuskan hubungan kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara. Padahal, nota kesepahaman KPU-Lemsaneg sudah sempat ditandatangani di hadapan publik.
Langkah itu diambil sebagai upaya untuk menjamin kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu yang transparan dan terbebas dari pengaruh unsur pemerintah. Dampaknya, kepercayaan publik terhadap KPU memang terus menguat.
Contohnya, respons parpol soal laporan dana kampanye. Di luar dugaan, semua parpol memenuhi tenggat pelaporan penerimaan sumbangan dana kampanye pada 27 Desember 2013. Padahal, tahapan kali ini, tak ada sanksi bagi parpol yang tak menyerahkannya.
Peristiwa itu merupakan sinyalemen mulai tumbuhnya kesadaran peserta pemilu dalam membangun kredibilitas. Hal lain yang membuat KPU dianggap kredibel adalah ia memosisikan diri sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu seperti apa pun, biasanya selalu dilaksanakan KPU tanpa protes. Secara aturan, KPU memang wajib menjalankan rekomendasi Bawaslu. Hubungan dengan Bawaslu juga tak tampak ada ketegangan, tak ada isu saling menjegal atau saling mendiskreditkan satu sama lain.