JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Wacth (ICW), Donal Fariz menganggap fenomena bendahara umum terseret kasus korupsi sudah sering terjadi. Pendanaan partai politik memang sangat kompleks.
Bendahara umum, kata Donal, kerap kali dikejar target dan merupakan pihak yang paling banyak disodori proposal terkait kegiatan internal partai.
"Jadi tagihan kepada bendum kan jadi sesuatu yang memicu mereka untuk mencari sumber untuk pendanaan. Yang paling instan adalah bekerja atas proyek-proyek APBN," ujar Donal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Jika berkaca pada beberapa kasus serupa yang ditangani KPK, lanjut Donal, yang paling merepresentasikan pola berbagi anggaran adalah dalam kasus mantan anggota DPR RI sekaligus anggota Badan Anggaran, Waode Nurhayati.
(baca: Buka Puasa Bersama, Foto-foto Lalu Ditangkap)
Dalam persidangan, Waode menjelaskan bahwa masing-masing anggota DPR RI, khususnya di Banggar memiliki slot-slot yang bisa diamankan oleh mereka.
"Dan setiap slot mereka memperoleh dugaan kick back dari mereka yang mengamankan anggaran dan proyek-proyek tertentu," tutur Donal.
Bicara mengenai korupsi, lanjut dia, ada dua hal yang mendasari, yaitu corruption by greed atau korupsi karena ketamakan dan korupsi yang didasari high cost politic.
(baca: Putu Sudiartana Anggota DPR Ketujuh yang Jadi Tersangka KPK)
"Kalau mau Lebaran, anggota DPR RI pasti dibanjirin berbagai permintaan oleh konstituen mereka. Ini sistem politik kita yang high cost yang mau tidak mau mereka mencari sumber-sumber lain untuk menutupi cost politik yang digunakan untuk menjamu konstituen," kata Donal.
Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana yang juga Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Putu ditengarai menjadi makelar proyek infrastruktur di Sumatera Barat senilai Rp 300 miliar.
Sebelumnya, M Nazaruddin ketika menjabat Bendahara Umum Demokrat juga terseret kasus korupsi.