Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Ketua Pengadilan Minta THR ke Perusahaan, KY Apresiasi Langkah Cepat MA

Kompas.com - 28/06/2016, 15:59 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi langkah cepat Mahkamah Agung (MA) merespons kasus permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh Pengadilan Negeri Tembilahan, Provinsi Riau, kepada sejumlah perusahaan.

Permintaan itu dilakukan melalui surat bertanda tangan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Y Erstanto Windiolelono. Surat tersebut sudah beredar di tengah warga setempat beberapa waktu lalu.

"Perbuatan ini tercela, karena dapat merendahkan kehormatan, martabat dan keluhuran perilaku profesi hakim. Tindakan tersebut mencoreng martabat dan integiritas peradilan," kata Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulis, Selasa (28/6/2016).

Isi dari surat yang disampaikan Ketua PN Tembilahan pun dianggap telah mencoreng citra peradilan. Adapun isi dari surat itu bertuliskan sebagai berikut:

"Bahwa sehubungan dengan dekatnya hari Raya Idul Fitri 1437 H Tahun 2016, kami selaku pimpinan akan mengadakan pemberian bingkisan dan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan/k karyawati Pengadilan Negeri Tembilahan. Sehubungn dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak Ibu saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud, mengingat kegiatan tersebut akan terlaksana dan baik serta sukses apabila adanya bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu saudara."

Menanggapi masalah tersebut, MA mengadakan rapat pada Selasa, 28 Juni 2016. Hasil rapat itu memutuskan Erstanto dijatuhi hukuman disiplin berat sebagai hakim non palu di PT Ambon. Selain itu, tidak akan dibayarkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin tersebut.

KY menilai, perbuatan Erstanto merupakan perbuatan yang tercela lantaran merendahkan martabat dan perilaku hakim.

Maka dari itu, pemberian hukuman terhadap Erstanto merupakan langkah tepat yang dilakukan MA sebagai lembaga yang menaungi para hakim. Menurut KY, respon cepat seperti inilah yang diharapkan publik.

"Bukan pembiaran yang cenderung permisif," kata Farid.

Menurut KY, kata Farid, tidak semua pelanggaran harus berujung pada pengawasan. Namun, model pembinaan seperti yang di lakukan oleh MA terhadap Erstanto merupakan salah satu bentuk pencegahan secara preventif yang harus dilakukan.

"Pengawasan hanya akan turun sebagai bentuk Ultimum Remedium atau upaya terakhir," kata farid.

Ke depan, lanjut Farid, KY berharap MA lebih responsif terhadap publik. MA diharapkan tetap mengupayakan pembinaan yang melekat tanpa mereduksi sanksi yang seharusnya diberikan. Selain itu, MA hendaknya tidak tebang pilih dalam menerapkan pembinaan tersebut.

"Siapa pun orangnya, siapapun aparat pengadilannya, hakim, panitera, sekretariat, tidak boleh ada pilih kasih atau privilege tertentu yang diberikan, apalagi terhadap pejabat," kata Farid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com