JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi langkah cepat Mahkamah Agung (MA) merespons kasus permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh Pengadilan Negeri Tembilahan, Provinsi Riau, kepada sejumlah perusahaan.
Permintaan itu dilakukan melalui surat bertanda tangan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Y Erstanto Windiolelono. Surat tersebut sudah beredar di tengah warga setempat beberapa waktu lalu.
"Perbuatan ini tercela, karena dapat merendahkan kehormatan, martabat dan keluhuran perilaku profesi hakim. Tindakan tersebut mencoreng martabat dan integiritas peradilan," kata Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulis, Selasa (28/6/2016).
Isi dari surat yang disampaikan Ketua PN Tembilahan pun dianggap telah mencoreng citra peradilan. Adapun isi dari surat itu bertuliskan sebagai berikut:
"Bahwa sehubungan dengan dekatnya hari Raya Idul Fitri 1437 H Tahun 2016, kami selaku pimpinan akan mengadakan pemberian bingkisan dan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan/k karyawati Pengadilan Negeri Tembilahan. Sehubungn dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak Ibu saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud, mengingat kegiatan tersebut akan terlaksana dan baik serta sukses apabila adanya bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu saudara."
Menanggapi masalah tersebut, MA mengadakan rapat pada Selasa, 28 Juni 2016. Hasil rapat itu memutuskan Erstanto dijatuhi hukuman disiplin berat sebagai hakim non palu di PT Ambon. Selain itu, tidak akan dibayarkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin tersebut.
KY menilai, perbuatan Erstanto merupakan perbuatan yang tercela lantaran merendahkan martabat dan perilaku hakim.
Maka dari itu, pemberian hukuman terhadap Erstanto merupakan langkah tepat yang dilakukan MA sebagai lembaga yang menaungi para hakim. Menurut KY, respon cepat seperti inilah yang diharapkan publik.
"Bukan pembiaran yang cenderung permisif," kata Farid.
Menurut KY, kata Farid, tidak semua pelanggaran harus berujung pada pengawasan. Namun, model pembinaan seperti yang di lakukan oleh MA terhadap Erstanto merupakan salah satu bentuk pencegahan secara preventif yang harus dilakukan.
"Pengawasan hanya akan turun sebagai bentuk Ultimum Remedium atau upaya terakhir," kata farid.
Ke depan, lanjut Farid, KY berharap MA lebih responsif terhadap publik. MA diharapkan tetap mengupayakan pembinaan yang melekat tanpa mereduksi sanksi yang seharusnya diberikan. Selain itu, MA hendaknya tidak tebang pilih dalam menerapkan pembinaan tersebut.
"Siapa pun orangnya, siapapun aparat pengadilannya, hakim, panitera, sekretariat, tidak boleh ada pilih kasih atau privilege tertentu yang diberikan, apalagi terhadap pejabat," kata Farid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.