Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkes Setuju Pembuat Vaksin Palsu Dihukum Mati

Kompas.com - 28/06/2016, 12:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku setuju apabila pelaku pemalsu vaksin dihukum mati. Sebab, perbuatan para pelaku sudah mengancam keselamatan banyak anak dan balita.

"Kalau sampai merusak generasi kita, pantas menurut saya (dihukum mati)," kata Nila di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Nila mengatakan, anak balita yang menggunakan vaksin palsu otomatis keselamatannya akan terancam. Sebab, vaksin palsu yang sudah dicampur dengan gentacimin tidak akan berefek apa pun bagi kekebalan tubuh.

Nila menambahkan, dengan terungkapnya sindikat pemalsu vaksin ini, Kementerian Kesehatan akan mengadakan vaksinasi ulang untuk mengecek balita yang terkena dampaknya. Vaksinasi ulang ini, tambah dia, bisa dilakukan tanpa dipungut biaya.

"Kita periksa kekebalan tubuhnya ada (vaksin) atau tidak. Kalau tidak ada, ya kita berikan vaksin," ucap Nila.

(baca: Ikatan Dokter Anak Pastikan Vaksin Palsu Tak Berdampak Serius bagi Penerima)

Bareskrim Polri, seperti dikutip Kompas, menelusuri jaringan distributor vaksin palsu di luar Jakarta. Polisi sudah menetapkan 15 tersangka kasus peredaran vaksin palsu.

Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya, penyidik mengembangkan peredaran vaksin palsu di Yogyakarta dan Semarang.

Kemarin, penyidik menahan tersangka berinisial T dan M di Semarang, bagian dari jaringan produsen vaksin palsu.

(baca: Citra Pembuat Vaksin Palsu yang Berbanding Terbalik dengan Perbuatannya)

Dengan demikian, polisi telah menahan 15 tersangka di sejumlah kota, seperti Jakarta, Tangerang Selatan (Banten), Subang dan Bekasi (Jabar), serta Semarang.

Polisi juga memeriksa 18 saksi dari rumah sakit, apotek, toko obat, dan saksi yang terlibat pembuatan vaksin palsu. Hasilnya, terungkap empat rumah sakit di Jakarta serta dua apotek dan satu toko obat di Jakarta terlibat peredaran vaksin palsu.

Selain itu, Bareskrim Polri pun berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mengetahui warga pengguna vaksin. Mereka menanti pengaduan warga terkait vaksin palsu dan hasil uji laboratorium kandungan cairan vaksin palsu.

Pengungkapan kasus vaksin palsu berawal dari temuan penyidik bahwa ada penjualan vaksin tanpa izin edar. (Baca: 5 Fakta Terbaru Seputar Vaksin Palsu)

Peredarannya dikendalikan tiga produsen, yakni Agus, Syariah, serta pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina.

Semua tersangka dikenai tindak pidana pencucian uang. Penyidik melacak semua aset tersangka. Para tersangka juga disangkakan pasal berlapis karena melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No 8/1999 Perlindungan Konsumen.

Kompas TV Polisi Dalami Aliran Dana Tersangka Vaksin

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com