Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Pilkada Belum Diundangkan, KPU Tak Bisa Konsultasi dengan DPR

Kompas.com - 20/06/2016, 15:45 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang pembentukan panitia ad hoc, Komisi Pemilihan Umum (KPU) siap berkonsultasi dengan DPR soal peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan.

Namun konsultasi belum bisa dilakukan karena Undang-Undang Pilkada belum diundangkan oleh pemerintah. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, KPU telah menyiapkan draf PKPU terkait pencalonan.

(Baca: Tak Ingin Kinerja Terhambat, KPU Terus Desak Penomoran UU Pilkada)

Selain itu, KPU juga telah menyiapkan beberapa catatan untuk dibawa dan konsultasikan kepada DPR. "Sudah jadi. Kami sudah menyisir beberapa pasal yang ada di dalam revisi UU Pilkada tersebut," ujar Ferry saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Senin (20/6/2016).

"Kami juga sudah menginventarisasi masalah. Selain itu beberapa catatan uang ada dan nanti kami akan konsultasi juga ke DPR. Kalau bacaan kita terkait UU seperti ini, kami akan tanyakan bagaimana menurut DPR," ujar dia.

Menurut dia, terkait tahapan pilkada serentak 2017 proses pencalonan perseorangan sesungguhnya juga harus disiapkan. Jika diperhatikan, sudah banyak calon perseorangan yang serius maju menjadi kepala daerah.

"Iya memang, kami sudah ada bahannya tapi belum bisa dibahas," ujar Ferry.

Oleh karenanya, kata Ferry, KPU berharap agar revisi UU Pilkada segera diundangkan. Pasalnya, KPU baru dapat membahas PKPU bersama DPR jika undang-undang tersebut sudah diberi nomor.

"Kami ingin segera saja diundangkan hasil revisi tersebut. Kalau sudah diundangkan kami baru bisa bahas secepatnya," tambah dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, draf revisi UU Pilkada telah diserahkan ke Presiden melalui Sekretariat Negara. (Baca: Ketua Komisi II Sebut Draf UU Pilkada Telah Diserahkan ke Presiden Jumat Lalu)

Ia mengatakan, draf revisi UU Pilkada seharusnya telah sampai empat hari lalu ke Presiden. Nantinya, Presiden akan menandatangani draf tersebut, setelah itu akan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Ham.

Rambe mengatakan, setelah diundangkan otomatis Undang-Undang tersebut dapat diberlakukan. Serta dapat diakses melalui website DPR.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, Kemendagri belum bisa mencantumkan nomor pada UU ini karena draf dari DPR belum masuk baik ke Sekretariat Negara maupun ke Kemenkumham.

(Baca: UU Pilkada Belum Dinomori, Kemendagri Masih Tunggu Draf dari DPR)

 

Soni mengatakan, biasanya UU sudah sampai di Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM tujuh hari setelah disetujui di paripurna. Dia tidak mengetahui kenapa UU Pilkada kali ini membutuhkan waktu lebih lama.

Sumarsono mengakui dengan belum dinomori, UU Pilkada belum bisa secara resmi digunakan misalnya oleh Komisi Pemilihan Umum untuk menyusun peraturan.

Namun ia menilai KPU tidak perlu menunggu UU Pilkada secara resmi. Untuk sementara, KPU bisa menggunakan draf yang sudah ada meski belum resmi dan dinomori.

"Substansinya juga sudah tahu kok. Sebelum UU ada nomornya juga sudah disiapkan judicial review ke MK. Cuma menunggu nomor itu kenapa, karena mau judicial review," kata Sumarsono.

Kompas TV DPR dan KPU Saling Jegal soal RUU Pilkada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com