Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P Minta SBY Tidak Lepas Tangan dan Salahkan Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 12/06/2016, 11:57 WIB
Ihsanuddin

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com — 
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, menilai tidak tepat jika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono kerap memberikan catatan terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sebab, apa yang terjadi pada pemerintahan saat ini juga tidak terlepas dari kinerja 10 tahun pemerintahan SBY.

"Pak SBY tidak bisa lepas tangan begitu saja terkait apa yang sedang dihadapi Indonesia saat ini karena Indonesia hari ini yang dipimpin Pak Jokowi sedikit banyaknya adalah akibat dari pemerintahan sebelumnya yang kita ketahui dipimpin oleh Pak SBY selama 10 tahun," kata Arteria dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/6/2016).

Arteria menilai SBY adalah salah satu pihak yang berkontribusi atas situasi perekonomian Indonesia saat ini. Berbagai permasalahan ekonomi, kata dia, tidak bisa dilepaskan dari warisan SBY.

"Masalah tingginya harga daging, kalau kita mau cermat dan jeli, toh sudah ada pada zamannya Pak SBY, dan bahkan bermulai di sana. pemerintah saat ini kan hanya kebagian pekerjaan dan tanggung jawab saja," ucap Arteria.

Masalah daya beli menurun, PHK buruh, dan sebagainya, lanjut dia, bukanlah hal sederhana dan disebabkan hanya kesalahan pemerintahan Jokowi. Ia menilai berbagai masalah itu terjadi akibat akumulasi kebijakan pemerintahan SBY yang cenderung instan dan tidak menyelesaikan masalah, seperti program Bantuan Langsung Tunai yang tidak pro pada kemandirian berusaha dan terbukanya lapangan kerja.

Untungnya, kata Arteria, pemerintahan Jokowi sangat siap, alternatif kebijakan sudah dihadirkan. Saat ini bahkan pemerintah telah menggulirkan paket kebijakan ekonomi sebagai bentuk konkret kesiapan, kesigapan, dan mitigasi risiko dampak lemahnya laju perekonomian nasional.

"Semuanya terobosan yang baru pertama kali diambil, terobosan berani, dan belum pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya," ucap dia.

SBY sebelumnya memberikan tujuh catatan kritis kepada pemerintahan Jokowi. Catatan tersebut disampaikan di sela-sela kegiatan silaturahim kader Partai Demokrat di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/6/2016).

Di sektor ekonomi, Presiden keenam RI itu mengatakan, kondisi ekonomi yang lemah berimplikasi terhadap pertumbuhan yang rendah. Kondisi tersebut juga berdampak negatif terhadap pendapatan dan daya beli masyarakat.

“Ketika ekonomi Indonesia melemah, perekonomian dunia dan kawasan juga memiliki pelemahan pertumbuhan. Artinya, pemerintah harus sangat serius dan tepat di dalam mengelola perekonomian kita," kata SBY.

Lebih jauh, SBY juga menyoroti turunnya daya beli masyarakat. Berdasarkan data statistik, kata dia, terjadi penurunan pendapatan per orang dari 2014 ke 2015 sebesar Rp 2.150.000.

"Tahun 2016 ini bisa lebih rendah lagi. Sementara di lapangan tercermin juga menurun tajamnya pembelanjaan masyarakat,” ujarnya.

Kompas TV SBY Ingatkan Pemerintah Tak Tambah Utang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com