Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ideal dengan Jumlah Napi, Petugas Lapas Perlu Ditambah Dua Kali Lipat

Kompas.com - 06/06/2016, 17:07 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Pemasyarakatan Kemenhumham I Wayan Dusak mengatakan, jumlah petugas lembaga pemasyarakatan saat ini tak ideal jika dibandingkan dengan jumlah narapidana yang harus diawasi.

Dusak menyebutkan, penambahan narapidana setiap bulannya bisa mencapai seribu orang.

Penjagaan menjadi tak maksimal jika seorang petugas lapas harus menjaga dan mengawasi hingga puluhan narapidana.

"Idealnya satu (petugas) berbanding 20 (narapidana). Tidak mungkin kami memenuhi itu. Saya akan coba kualifikasi lagi," ujar Dusak, saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (6/6/2016).

Dusak menambahkan, saat ini pihaknya membutuhkan dua kali lipat jumlah petugas lapas dari yang ada saat ini yaitu sekitar 15 ribu petugas.

Sementara, narapidana di seluruh Indonesia jumlahnya mencapai lebih dari 180 ribu dan terus bertambah.

Ia menyebutkan, salah satu cara mengurangi angka narapidana yang membengkak tersebut adalah dengan pemberian remisi.

Namun, pemberian remisi saat ini masih terganjal regulasi, di mana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 mengamanatkan pemberian remisi bagi setiap narapidana.

Akan tetapi, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menyebutkan bahwa narapidana kasus terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, prikotropika, korupsi kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional terogranisasi lainnya tidak mendapatkan remisi kecuali memenuhi beberapa persyaratan tertentu.

Aturan pada PP tersebut bertentangan dengan UU 12/1995 yang tak mengecualikan pemberian remisi.

Padahal, kata Dusak, seharusnya PP mengacu pada UU.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun sempat mengungkapkan keinginan merevisi PP 99/2012 tersebut untuk meminimalisasi kerusuhan di lapas.

"Nanti akan diatur dalam PP itu mengenai keseimbangan," kata Dusak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com