Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Anomali Seladi

Kompas.com - 24/05/2016, 09:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Seladi adalah anomali. Ia dianggap menyimpang karena perilakunya dianggap kebalikan dari citra polisi dan politisi negeri ini. Dan sebagai sesuatu yang unik, kabar tentang dirinya pun menjadi pemberitaan berbagai media.

Apa yang membuatnya istimewa? Bripka Seladi, anggota polisi di Polres Malang Kota, menyambi pekerjaan menjadi pengumpul sampah. Bagian ini masih biasa.

Yang luar biasa adalah kenyataan bahwa ia melakukan itu untuk memperoleh tambahan uang dengan cara halal. Bukan suap, bukan mencuri, bukan korupsi.

Padahal barangkali banyak kesempatan baginya mendapat uang dengan cara mudah. Ia tidak tergiur meskipun berdinas di lahan yang selama ini dikenal sebagai lahan "basah" di institusi kepolisian.

Seladi mengaku tidak mau menerima pemberian orang dengan tujuan tertentu dalam pengurusan SIM. Kalaupun ada yang memberi di rumah, kata Seladi, ia meminta sang anak mengembalikan pemberian itu.

Mungkin almarhum Gus Dur akan heran mendengar cerita Seladi andai beliau masih hidup. Dalam salah satu guyonannya, mantan Presiden RI itu pernah berkata, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Jendral Hoegeng yang pernah jadi Kapolri.

Anomali

Pendirian Seladi barangkali tidak aneh bila kita hidup di dunia yang ideal, di mana tak ada korupsi, suap atau kejahatan lain. Ia bakal nampak seperti hujan di bulan Januari. Normal,  dan memang semestinya begitu.

Tapi saat fenomena Seladi menjadi pembicaraan dan kisahnya dibagikan ribuan orang di media sosial, kita tersadar bahwa ini kejadian langka. Bila ini biasa, tak bakal ia muncul di koran, TV dan internet.

Mengapa langka? Karena ternyata pada umumnya yang terjadi sebaliknya. Aparat menerima uang damai dianggap biasa. Hakim dan penegak hukum menerima pelicin dinilai wajar saja. Anggota dewan menerima suap, itu sah saja.

Begitu biasanya kita menerima berita soal “kejahatan” sampai-sampai hati kita tak terusik, bahkan tak peduli.

Atau mungkin sifat jahat, culas, curang, sudah ada sejak awal peradaban manusia, sehingga cerita semacam itu tak lagi mengherankan. Yang mengherankan justru kisah mereka-mereka yang menempuh jalan lurus.

Salah satu cerita soal mereka yang memilih jalan lurus itu terpahat dalam relief di Candi Borobudur, tepatnya di bagian bawah dinding utama galeri pertama. Kisah diambil dari candi Buddha terbesar ini mumpung masih dalam suasana perayaan Waisak.

KOMPAS.COM/AMIR SODIKIN Candi Borobudur
Dalam rangkaian cerita Awadana, ada kisah soal ajakan untuk mencuri.

Diceritakan, Bodhisattwa terlahir kembali dalam keluarga brahmana. Di masa mudanya, ia belajar kepada guru yang bijak.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com