JAKARTA, KOMPAS.com — Pejabat Sementara (Pjs) Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz mengatakan, eksekusi mati bagi narapidana narkotika justru memutus mata rantai pembongkaran kasus peredaran narkotika di Indonesia.
"Coba lihat, kebanyakan yang tertangkap dan akhirnya dieksekusi mati itu kan kurir, bukan bandar besarnya. Kalau begitu, yang diuntungkan ya bandar besarnya karena, begitu kurirnya dieksekusi mati, seluruh pintu informasi ke bandar besar otomatis tertutup," kata Hafiz dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Jumpa pers tersebut digelar untuk menyikapi rencana pemerintah melakukan eksekusi mati gelombang ketiga terhadap terpidana mati kasus narkotika.
Hafiz menambahkan, upaya pembongkaran jaringan peredaran narkotika akan lebih baik jika menggunakan model hukuman seumur hidup.
(Baca: Jumlah Napi Narkotika Bertambah, Eksekusi Mati Dinilai Tak Timbulkan Efek Jera)
"Dengan begitu, si kurir bisa dimintai keterangan lebih lanjut terkait pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sembari diberi perlindungan. Ingat, narkotika ini bisnis besar," kata dia.
"Tentunya, kita semua masih ingat Freddy Budiman yang mampu mengendalikan peredaran narkotika dari dalam lembaga pemasyarakatan. Pasti itu orang-orang besar semua yang terlibat," lanjut Hafiz.
(Baca: Penundaan Eksekusi Mati Freddy Budiman Dinilai Pembiaran Hancurnya Anak Bangsa)
Dia mengatakan, sebagian besar kurir narkotika yang tertangkap adalah mata rantai paling bawah dalam jaringan peredaran narkotika.
"Ditambah pula, kebanyakan kurir itu berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Bahkan, tak jarang, mereka bekerja di bawah ancaman si bandar besar. Hal-hal seperti itulah yang harus dipikirkan ulang oleh pemerintah dalam menetapkan hukuman mati sehingga hukuman mati bagi narapidana narkotika ini sebenarnya hendak berpihak kepada siapa?" kata Hafiz.
Kepolisian sebelumnya menyebut, eksekusi mati tahap ketiga akan dilakukan pada pertengahan bulan Mei 2016. Sejumlah regu tembak sudah disiapkan untuk menembak mati 15 terpidana kasus narkotika.
(Baca: Polda Jateng: 15 Narapidana Akan Dieksekusi Mati pada Pertengahan Bulan Mei)
Polda Jateng tinggal menunggu instruksi Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk eksekusi.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung masih merahasiakan waktu eksekusi mati dan identitas para terpidana.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.