JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengakui, dia tidak bisa menjalankan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta di bawah kepemimpinan Djan Faridz.
Yasonna beralasan, penyelesaian dualisme di PPP sebaiknya tidak diselesaikan melalui langkah hukum.
"Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hukum. Akan lebih baik masalah itu diselesaikan dengan kesepakatan. Ini bukan permasalahan perkara publik, ini perkara perdata. Perkara perdata itu yang paling pokok adalah perdamaian," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Selain itu, Menkumham juga mengaku, masih ada sejumlah persyaratan yang belum dipenuhi oleh kubu Djan Faridz. Namun, dia tidak menyebutkan syarat-syarat yang dimaksud. (Baca: Terpilih sebagai Ketum PPP, Ini Komentar Romahurmuziy)
"Bukan saya tidak mem-follow up keputusan Mahkamah Agung, saya sudah follow up. Namun, ada beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi menurut persyaratan Kemenkum HAM. Kan begitu," kata dia.
Oleh karena itu, Menkumham lebih memilih mengaktifkan kembali kepengurusan Muktamar Bandung 2016 selama enam bulan demi memberi kesempatan bagi kubu Djan dan kubu Romahurmuziy untuk menggelar muktamar islah.
Muktamar islah pun sudah terselenggara pada 8-10 April di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. (Baca: PPP dan Islah yang Tak Sempurna)
Peserta muktamar itu memilih secara aklamasi Romahurmuziy sebagai ketua umum. Untuk itu, Yasonna meminta Djan Faridz segera bergabung dalam kepengurusan itu. (Baca: Menkumham Minta Djan Faridz Gabung ke Romy)
"Ada yang mengatakan Menkum HAM tidak mematuhi, saya kan mematuhi. Saya kan punya hak untuk meminta dokumen-dokumen yang dibutuhkan persyaratan undang-undang. Saya bukan berpihak," ucap politisi PDI Perjuangan ini.
Djan Faridz sebelumnya menekankan, dia tidak akan mengakui Muktamar VIII PPP. Dia merasa akan melanggar hukum jika mengakui dan bergabung dengan kepengurusan hasil muktamar itu.
Sebab, Mahkamah Agung sebelumnya sudah memenangkan kepengurusan Muktamar Jakarta yang digelar pada 2014 lalu. (Baca: Djan Faridz: Saya Melawan Putusan MA kalau Bergabung dengan Romy)
"Aduh, suatu kesalahan yang luar biasa besarnya kalau saya bergabung bersama mereka untuk melawan keputusan MA," kata Djan saat dihubungi, Senin pagi.
Dia pun meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly agar tidak mengeluarkan SK untuk hasil Muktamar VIII. (Baca: Yusril: PPP Kubu Djan Faridz Sah)