JAKARTA, KOMPAS.com - Ibu dari korban Peristiwa Semanggi I 1998 BR Norma Irmawan, Maria Katarina Sumarsih, mengatakan bahwa dirinya tidak akan menerima jika pemerintah tetap menggunakan jalur rekonsiliasi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Sumarsih, selama 18 tahun korban kekerasan 1998 tidak pernah berhenti menuntut penyelesaian yang sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Apa yang kami tuntut selama ini kan melalui mekanisme penyelidikan komnas HAM, kemudian proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung," ucap Sumarsih ketika ditemui usai Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Kamis (24/3/2016).
Saat ini, hanya ada dua kasus yang ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan membentuk pengadilan HAM adhoc, yaitu kasus Timor Timur dan Peristiwa Tanjung Priok.
Sedangkan sisa kasus lainnya belum dibentuk pengadilan adhoc. Berkas penyelidikannya pun masih berada di Kejaksaan Agung.
Sumarsih juga menuturkan, jika pemerintah berkeras menempuh jalur rekonsiliasi, maka ia dan keluarga korban lainnya masih akan terus melakukan Aksi Kamisan.
Adapun, yang ia lakukan saat ini, kata Sumarsih, merupakan upaya untuk melanjutkan apa yang diperjuangkan anaknya, Wawan, saat reformasi 1998, yakni penegakan supremasi hukum.
"Kami keluarga Korban akan terus melakukan aksi kamisan sampai Pemerintah membentuk Pengadilan HAM Adhoc. Saya masih kuat berdiri di depan istana," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.