Salah satu kritiknya, yakni terkait penempatan terpidana terorisme di tempat tertentu selama beberapa bulan.
"Konteks pencegahan dengan menempatkan orang di suatu tempat jtu jangan sampai seperti menempatkan orang di Guantanamo di Amerika," ujar Arsul dalam diskusi di Jakarta, Minggu (28/2/2016).
Arsul mengatakan, mungkin tujuannya baik untuk melakukan deradikalisasi.agar perbuatan serupa tidak terulang lagi. Namun, cara tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Karena ada konsep perluasan kewenangan maka harus diimbangi dengan konsep perluasan perlindungan HAM," kata Arsul.
Hal lain yang dikritisi Arsul yaitu usulan penambahan waktu penangkapan dan penahanan.
Dalam undang-undang yang saat ini berlaku, penangkapan dilakukan 7x24 jam dan penahanan selama enam bulan.
Sementara pemerintah mengusulkan agar waktu penangkapan menjadi 30 hari dan penahanan menjadi 10 bulan.
Lamanya masa penahanan dikahwatirkan akan terjadi kekerasan sebagaimana yang terjadi di penjara Guantanamo yang terkenal sadis.
"Wacana ini kemungkinan akan muncul di RUU yang diajukan ke DPR. Ini yang akan kami kritisi," kata Arsul.
Arsul menilai harus ada penyeimbang pengetatan undang-undang itu terhadap aparat penegak hukum.
Jadi, jika aparat hukum itu melakukan kesalahan saat menangkap teroris sehingga menyebabkan meninggal dunia, maka perlu ada sanksi yang dikenakan pada polisi yang bersangkutan.
"Harus jelas ada rehabilitasi kalau ada kesalahan agakum, ada kompensasi kalau aparat penegak hukum salah tindak. Ini akan jadi poin yang cukup intens dan panjang pembahasannya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.