JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Nawawi Bahrudin, melontarkan kritiknya terhadap Kepolisian RI yang masih menggunakan pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam menangani sengketa jurnalistik.
"Pasal 207 KUHP tidak bisa digunakan dalam konteks pers karena memang mekanismenya berbeda dan pers terbiasa menyampaikan kritik yang tajam," ujar Nawawi di kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Pendapat tersebut muncul setelah pengamat hukum Erwin Natosmal Oemar dilaporkan oleh Kapolri Badrodin Haiti karena mengeluarkan opini yang dinilai menghina kepolisian.
Dalam sebuah acara talkshow di salah satu stasiun televisi swasta nasional, tanggal 25 Agustus 2015, Erwin mengatakan bahwa kepolisian adalah mesin kriminalisasi.
Kemudian pada 30 Desember 2015, Erwin menerima surat yang dikirim oleh Bareskrim yang meminta Erwin menjadi saksi dalam dugaan pelanggaran pasal 207 KUHP.
Menurut Nawawi, pendapat Erwin Natosmal saat itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah penghinaan terhadap lembaga kepolisian.
Apa yang dikatakan oleh Erwin adalah murni pendapat pakar dan disampaikan dalam sebuah forum diskusi televisi.
"Narasumber merupakan bagian dari pertanggungjawaban media. Pemilihan narasumber tentunya sudah melewati proses redaksional. Karena itu menjadi tanggung jawab media," ujar Nawawi.
"Saya sangat menyayangkan tindakan polisi yang kontraproduktif terhadap kebebasan pers. Ini jelas ancaman terhadap kebebesan pers," ucapnya.
Apabila kasus ini diteruskan melalui mekanisme hukum pidana, maka Erwin terancam pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.