Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gus Mus: Tuhan, Islamkah Aku?

Kompas.com - 29/01/2016, 05:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

KOMPAS.com — "Islam agamaku, nomor satu di dunia. Islam benderaku, berkibar di mana-mana. Islam tempat ibadahku, mewah bagai istana. Islam tempat sekolahku, tak kalah dengan lainnya. Islam sorbanku. Islam sajadahku. Islam kitabku. Tuhan, Islam kah aku?"

Penggalan bait di atas merupakan bagian dari puisi berjudul "Puisi Islam" yang dibacakan Mustofa Bisri dalam acara perayaan 26 Tahun Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis (28/1/2016).

Ia tampil membacakan beberapa puisinya dengan diiringi permainan piano oleh Jaya Suprana, sang penggagas Muri.

Sebelum mulai, Jaya Suprana sempat mengungkapkan alasan mengapa ia memilih Gus Mus untuk diajak berkolaborasi.

Baginya, Mustofa Bisri adalah sosok kiai yang tidak biasa. Ketertarikannya dengan kiai yang akrab disapa Gus Mus itu karena sifatnya yang jauh dari rasa haus kekuasaan dan jabatan.

"Sekarang kita semua cenderung sibuk memperebutkan kekuasaan dan jabatan, tetapi kiai satu ini justru merusak pasaran. Ia mempermalukan orang lain dengan menolak jabatan. Makanya, saya undang baca puisi," ujarnya sambil bergurau.

Menurut Jaya Suprana, penampilannya bersama Gus Mus merupakan sebuah simbol perwujudan dari peleburan budaya.

Di tengah hawa intoleransi yang sedang menyelimuti masyarakat Indonesia, dia ingin memberikan pesan bahwa semangat keberagaman seharusnya menjadi landasan hidup bermasyarakat.

"Kita ini sangat hebat dalam menyerap kebudayaan luar menjadi kebudayaan Indonesia. Kita lihat bagaimana agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu, berkembang dalam bentuk Indonesia. Ini adalah sebuah pesan bahwa kita harus menjaga keberagaman. Menjaga keberagaman itu harga mati," kata Jaya Suprana.

Semangat dan pemahaman agama

Sementara itu, saat ditemui usai acara, Gus Mus memberikan tanggapannya terkait fenomena radikalisme dan ekstremisme yang belakangan kembali muncul di tengah masyarakat.

Menurut pandangannya, keinginan seseorang untuk bergabung dengan kelompok radikal tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi.

Ia justru melihat faktor terbesar yang menjadi penyebab adalah kurangnya pemahaman terhadap agama.

"Sering kali semangat beragama tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang baik. Semangat dengan pemahaman beragama itu harus seimbang. Pemerintah harus menyadari, itu merupakan ancaman yang serius, dan masyarakat harus kembali pada jati dirinya sebagai orang yang berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab," ujar Gus Mus.

Gus Mus juga memberikan kritiknya terhadap pemerintah yang tidak kreatif dalam menangani akar radikalisme. Perubahan peraturan, sebanyak apa pun, tidak akan menyelesaikan persoalan.

"Dulu zaman Orde Lama, politik dijadikan panglima. Zaman Soeharto diubah menjadi ekonomi. Sekarang, politik kembali dijadikan panglima. Tidak kreatif. Mbok ya dicoba sekali-kali budaya dijadikan panglima. Kita terlalu fokus dengan ekonomi dan politik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com