Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri: Enam Hal di UU Anti-terorisme Perlu Direvisi

Kompas.com - 25/01/2016, 16:12 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, selama ini belum ada aturan yang dapat menjerat pelaku yang melakukan tindakan pendahuluan terorisme.

Untuk itu, dia pun menyarankan agar Polri diberi wewenang tambahan jika nantinya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme jadi direvisi.

Tindakan pendahuluan yang dimaksud Badrodin antara lain adalah doktrinisasi paham radikal, cuci otak, hingga upaya baiat yang menyimpang.

Contoh lainnya adalah ceramah bernada provokatif, ajakan melalui media sosial, hingga pemberian pelatihan militer secara tidak sah dengan tujuan menggabungkan diri ke dalam kelompok radikal di dalam ataupun di luar negeri.

"Rekomendasi kami, revisi perlu dilakukan terhadap UU Penanggulangan Terorisme yang dapat menjadi dasar dalam penindakan oleh Polri," kata Badrodin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senin (25/1/2016).

Menurut Badrodin, setidaknya ada enam hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut.

Pertama, revisi perlu difokuskan untuk penguatan Polri, bukan hanya dalam penanggulangan, melainkan juga dalam hal pencegahan dan deradikalisasi.

Selanjutnya, penambahan bab dan pencegahan diperlukan, dengan menjadikan UU Antiterorisme sebagai lex specialis di dalam KUHAP dan KUHP.

Ia juga meminta, Polri dalam hal pencegahan dapat menahan orang-orang yang patut diduga ingin bergabung ke dalam kelompok teror.

"Ketiga, perlu juga perluasan kategori tindak pidana terorisme, antara lain doktrin radikal, cuci otak, baiat terhadap organisasi teroris, ceramah provokatif, pelatihan kemampuan ala militer secara tidak sah, untuk dapat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme," ujarnya.

Kapolri juga meminta adanya penguatan di dalam hukum acara, seperti dalam hal penangkapan terduga teroris yang sebelumnya hanya bisa dilakukan 7 x 24 jam menjadi 30 x 24 jam.

Begitu pula dalam hal penahanan, dari semula hanya bisa dilakukan selama 180 hari, hal tersebut kini diusulkan menjadi 240 hari.

"Selanjutnya, perlu juga penambahan bab tentang deradikalisasi," kata dia.

Terakhir, dia meminta agar persidangan terhadap saksi dapat dilakukan melalui telekonferensi. Hal ini dilakukan karena saksi dalam kasus tindak pidana terorisme perlu dilindungi lantaran sering kali mendapatkan ancaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tingkat Kemiskinan Ekstrem di 6 Provinsi Papua Masih Tinggi

Tingkat Kemiskinan Ekstrem di 6 Provinsi Papua Masih Tinggi

Nasional
Kasus 109 Ton Emas Antam, Kejagung: Emasnya Asli, tapi Perolehannya Ilegal

Kasus 109 Ton Emas Antam, Kejagung: Emasnya Asli, tapi Perolehannya Ilegal

Nasional
35 Bakal Calon Kepala Daerah Dapat Rekomendasi PKB, Ini Daftarnya

35 Bakal Calon Kepala Daerah Dapat Rekomendasi PKB, Ini Daftarnya

Nasional
Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Kurang dari 1 Persen di Akhir Kepemimpinan Jokowi

Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Kurang dari 1 Persen di Akhir Kepemimpinan Jokowi

Nasional
PKB Klaim Kian Banyak Relawan Dorong Kiai Marzuki di Pilkada Jatim

PKB Klaim Kian Banyak Relawan Dorong Kiai Marzuki di Pilkada Jatim

Nasional
Menpora Ungkap Pertemuan Prabowo-Ridwan Kamil Bahas Pilkada Jabar

Menpora Ungkap Pertemuan Prabowo-Ridwan Kamil Bahas Pilkada Jabar

Nasional
Anggota DPR Minta Pemerintah Jelaskan Detail Izin Usaha Tambang Ormas

Anggota DPR Minta Pemerintah Jelaskan Detail Izin Usaha Tambang Ormas

Nasional
Akui Tapera Banyak Dikritik, Menteri PUPR: Kita Ikuti Saja Prosesnya

Akui Tapera Banyak Dikritik, Menteri PUPR: Kita Ikuti Saja Prosesnya

Nasional
Hasto Beri Sinyal PDI-P Bakal Lawan Calon Didukung Jokowi di Pilkada 2024

Hasto Beri Sinyal PDI-P Bakal Lawan Calon Didukung Jokowi di Pilkada 2024

Nasional
Terima SK, Khofifah-Emil Dardak Resmi Didukung PAN di Pilkada Jatim 2024

Terima SK, Khofifah-Emil Dardak Resmi Didukung PAN di Pilkada Jatim 2024

Nasional
PKB Utus Dua Elitenya Bertanding Tingkatkan Elektabilitas untuk Diusung di Pilkada Jabar

PKB Utus Dua Elitenya Bertanding Tingkatkan Elektabilitas untuk Diusung di Pilkada Jabar

Nasional
Berseloroh Saat Buka Kotak Suara di Sidang MK, Saldi Isra: Jarang-jarang Ini, Kejadian Langka

Berseloroh Saat Buka Kotak Suara di Sidang MK, Saldi Isra: Jarang-jarang Ini, Kejadian Langka

Nasional
Minta Perkara TPPU Dipercepat, SYL: Umur Sudah 70 Tahun, Makin Kurus

Minta Perkara TPPU Dipercepat, SYL: Umur Sudah 70 Tahun, Makin Kurus

Nasional
Kata Zulhas, Jokowi Larang Kaesang Maju Pilkada Jakarta meski Ada Putusan MA

Kata Zulhas, Jokowi Larang Kaesang Maju Pilkada Jakarta meski Ada Putusan MA

Nasional
Soal Wacana Maju Pilkada Jakarta, PSI: Tergantung Mas Kaesang dan KIM

Soal Wacana Maju Pilkada Jakarta, PSI: Tergantung Mas Kaesang dan KIM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com