BOGOR, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mematahkan argumentasi Ketua DPR Setya Novanto yang menyatakan rekaman Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015 tidak sah.
Menurut Kapolri, rekaman bisa dilakukan oleh siapa saja sebagai dokumen pribadi atau sebagai langkah antisipasi jika terjadi masalah pada kemudian hari.
Badrodin memberikan analogi seperti rekaman yang dilakukan dengan menggunakan kamera CCTV.
Rekaman menggunakan CCTV juga tidak memerlukan izin karena bersifat untuk dokumentasi dan mengantisipasi terjadinya masalah.
"Ini yang dipermasalahkan apanya? Kalau Anda bertamu di ruang tamu saya juga ada CCTV," ujar Badrodin di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015).
"Kalau saya ngomong sama tamu, terus kemudian ada masalah kan bisa saya buka. Ini loh, saya tidak ngomong seperti itu," kata dia.
Dapat jadi bukti
Karena itu, Badrodin menyatakan bahwa rekaman pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha migas Riza Chalid dapat dijadikan bukti untuk mengawali penyelidikan.
Meski demikian, Badrodin mengatakan bahwa Polri masih menunggu penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait kasus tersebut.
"Ya bisa saja. Jangankan rekaman, tulisan, jejak kaki pun bisa jadi alat bukti. Puntung rokok juga bisa jadi (alat bukti), jadi tidak ada masalah," ucapnya.
Jaksa Agung
Dalam kesempatan terpisah, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, Kejaksaan tidak mempersoalkan keabsahan alat bukti rekaman yang diserahkan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Menurut dia, bukti rekaman tersebut telah dibenarkan oleh pembuat rekaman yang suaranya turut ada di dalam rekaman tersebut.