Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: Mana Lebih Berat, Pertemuan Novanto dengan Donald Trump atau Minta Saham Freeport?

Kompas.com - 07/12/2015, 19:09 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla meyakini Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memiliki standar dalam memutuskan setiap perkara dugaan pelanggaran etika anggota DPR RI, termasuk kasus yang menjerat ketua lembaga legislatif itu, yakni Setya Novanto.

Namun, Kalla berupaya membandingkan kasus pencatutan namanya oleh Setya dengan kasus pelanggaran etika ringan yang juga sempat menjerat Setya saat hadir dalam kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Mana lebih berat, pertemuan (Setya Novanto) dengan Trump atau pertemuan minta saham? Lebih berat mana? Lebih tidak pantas (mana)?" ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Bagi Wapres, sidang dugaan pelanggaran etika Setya Novanto tak hanya persoalan terbuka atau tertutup. Namun, Kalla menyerahkan keputusan kepada MKD. (Baca: Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum, Ilegal, dan Tak Bisa Jadi Alat Bukti)

Menurut dia, hal yang paling penting adalah pembuktian pantas atau tidak seorang Ketua DPR meminta sebagian saham Freeport dengan mengatasnamakan dua pimpinan tertinggi di negeri ini.

"Itu saja sebenarnya, bukan soal (sidangnya) tertutup (atau) terbuka soal peristiwa itu," kata Kalla. (Baca: Maroef: Saya Risih, Ketua DPR Intens Sekali Bicara Politik dengan Pengusaha)

Dalam kasus Trump, MKD DPR memutuskan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon melanggar kode etik ringan karena menghadiri kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Dalam pertimbangannya, MKD menilai kehadiran Novanto-Fadli di kampanye Trump tidak tepat. Terlebih lagi, Novanto sempat mengklaim kepada Trump bahwa rakyat Indonesia menyukai Trump.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com