JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sempat mengira bahwa tekstil bermotif batik alias batik cetak, sama dengan batik tulis atau batik cap yang motifnya dibuat dengan malam. Saat diberitahu, dia mengaku malu karena memakai batik cetak yang tidak memberi kontribusi apa pun pada pembatik Tanah Air.
Triawan kemudian mencari batik-batik asli yang dibuat pengrajin Indonesia. Dia menyadari jerih payah pembatik membuat harga kain lebih mahal ketimbang batik cetak yang dapat diproduksi secara massal dalam waktu relatif singkat.
"Makanya saya cari yang murah ke Yogya," kata Triawan dalam jumpa pers FIMELAFest 2015 di Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Menurut Triawan, salah satu hal yang istimewa saat memakai batik adalah cerita di balik motif-motifnya. "Kita bisa cerita sama orang-orang tentang apa yang kita pakai," kata Triawan.
Dia berharap batik dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia sebagai pilihan busana sehari-hari. Dia optimistis perkembangan batik yang termasuk dalam dunia fashion Indonesia dapat terus berkembang hingga diakui dunia.
Untuk mempercepat impian itu, Badan Ekonomi Kreatif akan membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi para pegiat fesyen, seperti regulasi, hak cipta hingga ketersediaan bahan baku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.