JAKARTA, KOMPAS.com — Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyayangkan sikap Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino yang memperpanjang konsesi JICT kepada Hutchison Port Holdings (HPH) senilai 215 juta dollar AS hingga tahun 2039. Ia menilai, sikap tersebut merupakan bentuk ketidakpercayaan Lino dalam menyerahkan pengelolaan JICT kepada para pekerja nasional.
"Kita sebenarnya sudah mampu dan layak mengelola ini sendiri karena dari segi keuntungan dan dari segi SDM, kita sudah mampu melakukan ini," ujar Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim saat memberikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Ia menyebutkan, perpanjangan konsesi hingga 2039 tersebut memunculkan kesan bahwa Lino tidak mengutamakan kepentingan nasional dalam membuat keputusan strategis. Serikat pekerja juga menduga Lino melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
"Dia yang menandatangani masalah ini dan kemudian dia tidak melalui Kementerian Perhubungan. Seharusnya kan payung hukum UU Nomor 17 Tahun 2008 ini sendiri itu harus melalui Kemenhub, konsesi ini juga harus di bawah otoritas pelabuhan," kata Nova.
Nova menyesalkan sikap Lino dengan menganggapnya melakukan pembohongan publik terkait volume peti kemas ekspor dan impor. Menurut Nova, volume peti kemas ekspor dan impor ditentukan oleh kesepakatan perdagangan internasional antara Indonesia dan negara lain, bukan ditentukan oleh operator asing seperti HPH.
Serikat Pekerja JICT melaporkan Lino ke KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam perpanjangan konsesi terhadap Hutchison Port Holdings (HPH) senilai 215 juta dollar AS. Komisaris Pelindo II menyebutkan bahwa nilai wajar saham JICT adalah 854 juta dollar AS. Artinya, penjualan JICT sebesar 215 juta dollar AS bukanlah share 49 persen saham, melainkan hanya 25,2 persen. (Baca: Dirut Pelindo II: Negara Untung 400 Juta Dollar AS dari Perpanjangan Konsesi JICT)
Menurut Nova, perpanjangan konsesi ini berpotensi merugikan negara sebesar 212 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun. Selain itu, SP JICT menilai Pelindo II tak transparan dalam proses perpanjangan konsesi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.