Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan Kritis, Warga Bekasi Memanfaatkan Genangan Air Sungai Cipamingkis

Kompas.com - 20/08/2015, 18:57 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

BEKASI, KOMPAS.com Sudah tiga bulan Khairiah (45 tahun), warga Kampung Ciketug, Desa Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, mengonsumsi air dari sumur kecil atau kobak di dasar Sungai Cipamingkis. 

Perempuan dua anak ini menyadari, meski tidak higienis karena bercampur dengan limbah perusahaan pemecah batu PT Wadah Rezeki Alam (WRA), air kobak tersebut merupakan pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Minum, masak, mandi, cuci, dan kebutuhan kakus terpaksa dilakukan dengan memanfaatkan air kobak. Khairiah harus mengalokasikan anggaran tambahan dari biaya rutin per harinya untuk mendapatkan air tersebut. 

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Warga memanfaatkan sisa air di Sungai Cibarusah, Kampung Ciketung, Desa Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat untuk keperluan mandi dan mencuci, Minggu (16/8/2015). Warga mengaku kesulitan mendapatkan air bersih sejak tiga bulan terakhir karena sumur dan sungai mereka mengering akibat kemarau.
"Biasanya, saya hanya menghabiskan Rp 50.000-Rp 75.000 untuk kebutuhan sehari-hari. Kini menjadi Rp 100.000-Rp 150.000 per hari karena harus membeli air kobak," tutur Khairiah seraya menyeduh kopi dengan air kobak yang baru dijerangnya, Minggu (16/8/2015) pagi.

Untuk menghemat air dan uang, dia tak segan mandi, sikat gigi, mencuci, sekaligus buang hajat di Sungai Cipamingkis. Biasanya, Khairiah turun ke sungai yang hanya berjarak 500 meter dari kediamannya pada pagi hari pukul 06.30 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.

Dia tidak sendiri, ada banyak warga lainnya yang memanfaatkan genangan air Sungai Cipamingkis. Sampah, kotoran manusia, dan limbah tidak mereka hiraukan asalkan bisa mandi, minum, mencuci, dan buang hajat.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Warga memanfaatkan sisa air di Sungai Cibarusah, Kampung Ciketung, Desa Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat untuk keperluan mandi dan mencuci, Minggu (16/8/2015). Warga mengaku kesulitan mendapatkan air bersih sejak tiga bulan terakhir karena sumur dan sungai mereka mengering akibat kemarau.
"Mau bagaimana lagi, kekeringan ini menyusahkan kami. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bekasi hanya dua kali selama tiga bulan. Mereka bawa dua tangki air. Itu harus dibagi-bagi. Saya cuma dapat dua jeriken," kata Enjay Sunjaya, Ketua RT 01/01 Desa Sirnajati. 

Menurut Enjay, ada 187 kepala keluarga dari 156 rumah yang memanfaatkan genangan air Sungai Cipamingkis.

Mata pencaharian baru

Tak selamanya kekeringan panjang ini berbuah kesulitan. Bagi Amin Nemin (50 tahun), musim kemarau ini justru membawa berkah. Dia menjadi kreatif mencari sumber penghidupan baru, yakni sebagai pemanggul air setelah gagal memanen sawah tanaman padi.

Sejak bulan Mei lalu, Amin sudah mulai menggali kobak dan menjual airnya ke para tetangga dengan upah Rp 5.000 per pikul. Amin memanfaatkan bekas tempat cat berbahan plastik ukuran 25 kilogram. 

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Warga memanfaatkan sisa air di Sungai Cibarusah, Kampung Ciketung, Desa Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat untuk keperluan mandi dan mencuci, Minggu (16/8/2015). Warga mengaku kesulitan mendapatkan air bersih sejak tiga bulan terakhir karena sumur dan sungai mereka mengering akibat kemarau.
Amin terpaksa menjalani profesi sebagai pemanggul air dan juga pemecah batu di PT WRA untuk menyambung hidup. Saat menjadi petani, dia mampu membawa pulang uang sebesar Rp 25.000 per hari waktu pengolahan lahan dan masa tandur selama satu minggu di sawah garapannya seluas 1 hektar. 

Sementara itu, pada musim perawatan, Amin mengantongi Rp 25.000 per hari selama satu hingga dua bulan. Ketika masa panen tiba, sebanyak Rp 6 juta bersih masuk kantongnya. 

Kini, setelah menjadi kuli panggul, dia hanya mampu mendulang Rp 780.000 per bulan. Penghasilan ini didapat dari 26 kali memanggul air untuk dua kepala keluarga yang menjadi pelanggannya. 

KRISTIANTO PURNOMO/Kompas.com Amin harus menempuh jalur terjal dari dasar Sungai Cipamingkis ke rumah-rumah pelanggan air di Kampung Ciketug, Desa Sirnajati, Sabtu (15/8/2015).
"Lumayan, daripada menganggur. Nanti gak bisa punya duit buat makan," kata Amin.

Kekeringan, kata Enjay, memang tak bisa dihindari. Tiap tahun pasti terjadi. Namun, kali ini kekeringan demikian panjang. Warganya yang sebagian besar bermata pencaharian petani, buruh bangunan, buruh pabrik, dan kuli pemecah batu harus menanggung beban ganda.

"Beban itu adalah kekeringan kritis dan kemiskinan. Tidak ada air, harus mengeluarkan uang untuk beli. Itu kalau punya uang, kalau tidak?" tanya Enjay.


Berikut video perjalanan tim Kompas.com menelusuri jejak kekeringan di Cibarusah, Kabupaten Bekasi.

Kompas Video Sirnajati Tanpa Air Bersih


 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com