Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi 100-an Pengacara OC Kaligis di Praperadilan, Ini Tanggapan KPK

Kompas.com - 10/08/2015, 08:45 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji mengatakan, pihaknya telah melakukan persiapan untuk menghadapi sidang praperadilan yang diajukan pengacara Otto Cornelis Kaligis. Kendati berhadapan dengan 100-an pengacara yang membela Kaligis, Indriyanto menganggap yang terpenting adalah profesionalitas.

"KPK tidak pernah mempertimbangkan basisnya pada kuantitas pendampingan, tetapi profesionalitas menghadapi praperadilan ini," ujar Indriyanto melalui pesan singkat, Senin (10/8/2015).

Indriyanto mengatakan, persidangan praperadilan merupakan kegiatan rutin KPK. Tim hukum KPK, kata dia, telah terlatih secara profesional untuk menghadapinya.

Sementara itu, saat dihubungi, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, tim inti yang akan maju di sidang praperadilan Kaligis sejumlah tiga hingga empat orang dari bagian litigasi KPK. Menurut dia, KPK telah menyiapkan materi-materi untuk menjawab gugatan yang diajukan.

"KPK yakin bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku," kata Priharsa.

Kaligis memberikan kuasa kepada 150 pengacaranya melalui Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Hingga saat ini, Kaligis masih terdaftar sebagai anggota Dewan Penasihat AAI. Para pengacara mengaku berkewajiban untuk membela Kaligis karena menilai ada kesalahan dalam penetapan tersangka yang dilakukan KPK terkait kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.

Ada sejumlah gugatan yang dilayangkan pihak Kaligis, mulai dari pemanggilan pemeriksaan hingga penahanan Kaligis. KPK dinilai menyalahi prosedur dalam melakukan panggilan kepada Kaligis sebagai saksi.

Saat itu, KPK mengirimkan surat panggilan pada 13 Juli 2015 untuk dilakukan pemeriksaan pada hari yang sama. Pihaknya juga mempermasalahkan upaya jemput paksa terhadap Kaligis di Hotel Borobudur pada 14 Juli 2015 lalu. Menurut cerita Kaligis, penyidik yang menjemputnya tidak menunjukkan surat tugas dari KPK.

Lebih lanjut, Kaligis juga mempermasalahkan masa isolasi saat ditahan KPK. Isolasi tahanan selama tujuh hari melanggar KUHAP yang berlaku. Selain itu, pihak Kaligis juga mempermasalahkan penetapan tersangka oleh KPK karena belum pernah diperiksa sebagai saksi.

Kaligis merupakan tersangka kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan. Kasus ini bermula dari perkara korupsi dana bantuan sosial yang mengaitkan sejumlah pejabat di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kasus korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Agung itu digugat oleh Pemprov Sumatera Utara.

Pemprov Sumut kemudian menyewa jasa OC Kaligis and Associates untuk menggugat surat perintah penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, kasus ini mengendap di Kejaksaan Tinggi.

Dalam proses gugatan ke PTUN Medan itu, KPK kemudian membongkar dugaan praktik penyuapan yang dilakukan oleh M Yagari Bhastara alias Gerry, pengacara di firma hukum milik OC Kaligis, terhadap tiga orang hakim dan satu orang panitera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com